Suara.com - Tersangka penerima suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua, Dewie Yasin Limpo, mengaku kelelahan usai diperiksa penyidik KPK selama sembilan jam, Senin(2/11/2015). Itu sebabnya, mantan anggota DPR dari Fraksi Hanura ini tidak mau bicara banyak dan memilih menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara.
"Ngomong sama pengacara saya saja ya. Saya lelah, capai," kata Dewie di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Ketika ditanya terkait keterlibatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam kasus tersebut, mantan anggota Komisi VII DPR tersebut tidak menggubris. Dia langsung masuk ke dalam mobil tahanan yang sudah menunggu.
"Bicara sama pengacara saya saja ya. Sudah capai banget, ada pengacara saya," katanya.
Selasa 20 Oktober 2015 lalu, Dewie yang juga merupakan adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo ditangkap satuan tugas KPK dalam operasi tangkap tangan. Saat itu, KPK juga menangkap beberapa orang di dua tempat yang berbeda, yakni Kelapa Gading dan Bandara Soekarno-Hatta.
Selain Dewie, KPK juga menetapkan sekretaris pribadi Dewie: Rinelda Bandaso, staf ahli Dewie: Bambang Wahyu Hadi, pengusaha PT. Abdi Bumi Cendrawasih: Setiadi, dan Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai: Iranius, menjadi tersangka.
Iranius dan Setiadi diduga menjadi pemberi suap. Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dewie, Rinelda, dan Bambang diduga menjadi penerima suap. Mereka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.