Kasus Foto Suku Anak Dalam Jadi Ujian SE Kapolri

Senin, 02 November 2015 | 14:36 WIB
Kasus Foto Suku Anak Dalam Jadi Ujian SE Kapolri
Jokowi berdialog dengan suku Anak Dalam. [Tim komunikasi presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, kasus rekayasa pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan foto Suku Anak Dalam bisa menjadi test case dalam penerapan Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Badrodin Haiti No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech.

"Seyogyanya adanya postingan dalam medsos terkait dugaan 'rekayasa' dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Suku Anak Dalam tersebut dijadikan test case oleh Polri untuk menerapkan pendekatan barunya dlm penegakan hukum yang diatur dalam SE Kapolri tersebut," kata Arsul dihubungi, Jakarta, Senin (2/11/2015).

Test case yang diaksud Arsul misalnya statement yang muncul ke publik seyogyanya bukan mengusut postingan tersebut langsung dalam konteks penyidikan 'pro-yustitia' tapi mengusut dalam konteks untuk memberikan penyadaran kepada pelakunya bahwa postingannya tersebut tidak betul dan meminta agar tidak mengulang lagi postingan yang menyesatkan atau menimbulkan ujaran kebencian.

"Tapi, Masyarakat tidak perlu khawatir mengekspresikan kebebasan berpendapatnya, yang penting norma-norma kesantunan dipergunakan. Mengkritisi tidak harus dengan ujaran yang kasar dan menyakitkan pihak lain," tutur Arsul.

Di sisi lain, SE ujaran kebencian ini menurut Arsul sangatlah baik. Sebab, langkah penegakan hukum yang dipilih adalah langkah preventif-persuasif. Di dalam SE Kapolri ini, sambungnya, juga memerintahkan jajaran kepolisian untuk mengamati, mencermati hal-hal yang patut diduga mengarah kepada hate speech.

"Kemudian kalau itu dianggap telah terjad maka Polri terlebih dahulu harus bersikap persuasif dengan menyadarkan terduga pelaku dan/atau mendamaikan antara terduga pelaku dengan korbannya," ujar dia.

"Langkah seperti diatas sebenarnya sebuah bentuk penerapan keadilan restoratif (restorative justice) yang harus dikedepankan sebagai model penegakan hukum kedepan. Hanya yang harus dikawal oleh masyarakat adalah konsistensi penerapan langkah-langkah preventif-persuasif tersebut dalam kasus nyata," sambung Arsul.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI