Komnas Perempuan Tolak Hukuman Kebiri Bagi Pemerkosa

Adhitya Himawan Suara.Com
Selasa, 27 Oktober 2015 | 12:09 WIB
Komnas Perempuan Tolak Hukuman Kebiri Bagi Pemerkosa
Ilustrasi perkosaan. (Shutterstocks)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menolak gagasan Hukuman Kebiri bagi Pelaku Perkosaan, di kalangan Pemerintah dan Institusi Penegak Hukum (Polri dan Kejaksaan Agung) yang juga didukung oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sebab hukuman kebiri merupakan bentuk hukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia.

 Azriana, Ketua Komnas Perempuan, bilang Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Konvensi Anti Penyiksaan) sejak tahun 1998, melalui UU No. 5 Tahun 1998. “Seharusnya kebijakan yang diambil pemerintah sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan,” kata Azriana dalam siaran pers yang diterima suara.com, Selasa (27/10/2015).

 Hasil pemantauan Komnas Perempuan sejak tahun 1998 menunjukkan tindak perkosaan telah mengalami perkembangan bentuk, tidak lagi hanya dilakukan melalui penetrasi alat kelamin pelaku kepada korban, tetapi juga dengan cara-cara lainnya. Dalam konteks konflik bersenjata, perkosaan bahkan tidak selalu dilakukan karena dorongan hasrat seksual, tetapi sebagai strategi penundukkan lawan, terkait konsep perempuan/anak perempuan sebagai simbol kesucian keluarga/komunitas.

 Sebagaimana kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya, perkosaan terjadi akibat adanya relasi kuasa yang timpang, dimana pelaku memiliki kekuasaan sementara korban berada dalam posisi yang lemah. Perkosaan merupakan cara penundukan dan penguasaan, bukan semata soal nafsu seksual. “Menghentikan perkosaan dengan menyasar hasrat seksual atau alat kelamin semata (pengebirian), bukanlah penyikapan yang tepat. Hukuman kebiri, hanya akan menyederhanakan tindak perkosaan dan juga menegasikan kompleksitasnya pengalaman korban,” ujar Azriana.

 Menyikapi tingginya angka perkosaan serta semakin berkembangnya jenis kekerasan seksual baik terhadap perempuan bahkan diikuti dengan tindak kekerasan lainnya, pemerintah seharusnya melakukan penanganan yang komprehensif, sistemik dan terpadu, meliputi : Pencegahan (merubah pandangan masyarakat, memodifikasi perilaku, dan melindungi kelompok rentan); Perlindungan (memastikan tersedianya layanan bagi korban dan tidak terulangnya kekerasan); Penuntutan dan Penyidikan (memastikan semua pelaku diajukan ke pengadilan untuk dikenai dakwaan & tuntutan); Penghukuman (memastikan setiap pelaku dijatuhi hukuman agar tidak mengulangi perbuatannya); Pemulihan (termasuk memastikan restitusi dan kompensasi bagi korban).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI