Suara.com - Pengusaha kelapa sawit yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) membantah sebagai penyebab terjadinya kebakaran hutan di daerah Sumatera dan Kalimantan.
Sebaliknya, Gapki justru menuding pemerintah dan masyarakat sekitar lahan konsesi kelapa sawit sebagai penyebab kebakaran hutan.
Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gapki Eddy Martono menjelaskan, bahwa penyebab terjadinya kebakaran hutan di Sumatera adalah masih adanya masyarakat yang belum dibebaskan dari lahan konsensi. Hal ini menyebabkan terjadinya kebakaran ketika masyarakat melakukan pembukaan lahan.
"Misalnya banyak lahan yang belum dibebaskan oleh masyarakat, namun masyarakat masih melakukan pembukaan ladang di dalam lahan konsesi tersebut. Akhirnya terjadi kebakaran. Tak menutup kemungkinan ada juga masyarakat sekitar yang ceroboh atau lalai. Contoh lain, saat dilihat, ketika terjadi kebakaran di sana ada pohon kelapa sawit, padahal itu masih berasap, bagaimana bisa ada pohon kelapa sawit di sana,“ kata Eddy dalam diskusi di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Minggu (25/10/2015).
Pihaknya pun tak menampik jika dilihat berdasarkan titik-titik api (hotspot) kebakaran tersebut berada di tanah konsesi perusahaan. Namun, Eddy berdalih belum semua lahan konsesi disentuh atau diolah oleh perusahaan sawit sehingga tidak bisa sepenuhnya kesalahan dibebankan ke pengusaha.
"Dilihat dari hot spot (titik panas), memang betul itu ada di dalam lahan konsesi dari perusahaan, tapi belum dikuasai oleh perusahaan, itu hanya sekitar 20 persen. Jadi, tanggung jawab perisahaan tidabisa penuh disitu," tegasnya.
Pembakaran Hutan Sah Secara Hukum
Selain itu, pihaknya juga menuding pemerinta yang turut andil dalam kasus pembakaran hutan tersebut. Pemerintah dinilai terkesan sengaja membiarkan aksi pembakaran hutan. Hal ini terbukti dengan adanya UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan pasal 69 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009, jelasnya, pembakaran lahan diperbolehkan dengan luasan maksimal 2 hektar.
Selain itu, lanjut Eddy, terdapat peraturan pemerintah pusat dan daerah yang mengizinkan masyarakat untuk melakukan pembakaran demi alasan pembukaan lahan. Bahkan, aksi tersebut dimungkinkan dengan hanya berbekal izin kepala desa jika luasan lahannya sekitar 1-5 hektar atau seizin camat untuk luas d atas 5 hektar.