Suara.com - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat menilai revolusi mental sepanjang satu tahun pemerintahan masih sekadar jargon karena realitas kehidupan berbangsa dan bernegara yang terjadi justru kontradiktif dengan cita-cita program tersebut.
Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (21/10/2015), mengatakan pemerintah harus menyusun ulang kerangka utama program revolusi mental, dengan memastikan kesadaran dan keterlibatan publik dalam rencana aksi program tersebut.
"Karena terbukti jika hanya slogan pemerintah belaka, revolusi mental tidak jalan. Revolusi mental harus kehendak bersama yang melibatkan masyarakat," ujar dia dalam seminar "Satu Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo : Tantangan dan Prospek".
Yanuar meminta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyusun kerangka program revolusi mental yang terpadu antarsektor.
Misalnya, pengembangan sektor pendidikan dan kebudayaan harus dilengkapi dengan peningkatan pendidikan agama. Sehingga, kata dia, mentalitas yang terbentuk dalam diri masyarakat merupakan mentalitas diri yang berdaya unggul, namun tetap memegang nilai-nilai luhur.
"Mungkin sudah saatnya kita harus beralih dari tujuan pembangunan yang selalu ke sektor ekonomi menjadi tujuan yang prioritas ke pembangunan manusia dan kebudayaan," kata anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Setelah kerangka program revolusi mental disusun secara terpadu dan juga sudah merinci mengenai langkah sosialisasinya, dia mengatakan Kementerian teknis di bawah Kementerian Koordinator PMK, jangan ragu untuk mengusulkan anggaran yang memadai untuk program revolusi mental.
Namun, Bappenas dan Kementerian Koordinator PMK harus memastikan alokasi anggaran tersebut terukur dan sesuai dengan manfaat program revolusi mental. Dia mengingatkan jangan sampai polemik mengenai anggaran revolusi mental seperti yang terjadi setelah peluncuran situs resmi revolusi mental, terulang kembali.
"Kita harus lihat, pemerintah pusat dan daerah harus alokasikan anggaran yang nyata dan terukur untuk sosialisasi revolusi mental," ujar dia.
Anggota DPR dari Komisi VIII Maman Imanulhaq menilai indikator keberhasilan program revolusi mental belum terlihat hingga saat ini.
Dia mendesak Kementerian di bawah Kementerian Koordinator PMK untuk mengevaluasi program revolusi mental yang telah berjalan sepanjang satu tahun, dan menyampaikan klarifikasi kepada anggota Dewan. Hal itu kata dia seharusnya dilakukan sebelum pengesahan APBN 2016, atau sebelum parlemen menyetujui anggaran pemerintah 2016, di mana di dalamnya, terdapat program sasaran untuk dimensi pembangunan manusia dan kebudayaan.
"Ada janji untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Itu sudah janji pemerintah di Nawa Cita. Tapi sejauh ini kita belum berhasil membina karakter bangsa yang kuat," ujar anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Indikator yang dimaksudkan Maman adalah masih maraknya kasus korupsi, perselisihan antarwarga karena isu SARA, belum tingginya penghargaan kepada Hak Asasi Manusia, dan lambatya reformasi birokrasi. (Antara)
DPR: Revolusi Mental Masih Sekadar Jargon
Ardi Mandiri Suara.Com
Rabu, 21 Oktober 2015 | 23:41 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Pertemuan Jokowi-Prabowo: Tawa dan Bingungnya Arti Cawe-cawe
02 Februari 2025 | 20:00 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI