Suara.com - Empat kota di Israel, termasuk Tel Aviv, melarang para buruh negara Arab bekerja di sekolah mereka sebagai upaya menekan kekhawatiran negara zionis itu terhadap serangan yang dilakukan oleh kelompok Palestina di Israel.
Aksi ini juga direstui kabinet Israel dengan meminta pihak aparat meningkatkan keamanan menyusul serangan Palestina. Polisi juga melakukan penggeladahan dan razia terhadap siapapun di jalanan.
Sebuah partai yang mewakili minoritas Arab Israel menyebut kalau aksi itu adalah sikap rasis pemerintah.
Kendati demikian, seperti dilansir Reuters, Senin pagi (19/10/2015), Kementerian Dalam Negeri Israel mengimbau semua walikota untuk bertindak mengjormati kesetaraan terhadap semua pekerja mereka, terlepas dari agama, suku atau jender.
Tapi sayangnya, imbauan menteri itu tidak diikuti dengan mencabut larangan yang kini berlaku di kota-kota tersebut.
41 warga Palestina dan tujuh warga Israel tewas dalam kekerasan jalanan baru-baru ini, yang sebagian dipicu oleh kemarahan warga Palestina menyusul pendudukan Yahudi di kompleks Masjid Yerusalem al-Aqsa.
"Kami mempertahankan status quo, kami akan terus melakukannya," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam pernyataan publik.
Pernyataan itu merujuk ke situs yang juga dihormati oleh orang Yahudi di dua lokasi yang dianggap suci.
Netanyahu akan bertemu Menteri Luar Negeri AS John Kerry di Jerman pada minggu mendatang sebagai bagian dari upaya Washington untuk memulihkan ketenangan.
Kerry juga berencana untuk mengadakan pembicaraan di Timur Tengah dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, namun lokasinya masih dirahasiakan.