Suara.com - Ukraina membela diri soal alasan tidak menutup wilayah udara di Ukraina Timur, lokasi tertembaknya Malaysia Airlines MH17, 17 Juli 2014 silam. Ini menyusul tuduhan jika Eropa sudah menyarankan jika kawasan itu ditutup karena di atas wilayah konflik bersenjata.
Ukraina berdalih tidak ditutupnya udara Ukraina Timur lantaran tidak menyadari jika kawasan itu berbahaya. Selain itu, Ukraina tidak melihat ada senjata anti-pesawat yang digunakan di kawasan itu. Sehingga Ukraina menilai itu bukan kawasan terancam.
Sebanyak 61 maskapai penerbangan menyatakan kawasan itu berbahaya, paling tidak berpotensi. Sehingga mereka tidak melewati udara itu.
"Tidak ada satu pun yang menyadari kehadiran adanya kemampuan rudal anti-udara yang sangat canggih," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Pavlo Klimkin di Gedung PBB, New York, Selasa (13/10/2015).
"Saat itu tidak ada ancaman seperti itu," lanjut Klimkin.
Sebelumnya, tim investigasi Belanda merilis laporan akhir terkait jatuhnya pesawat MAS MH 17 di wilayah Ukraina Juli tahun lalu. Dalam laporannya, mereka memastikan MH17 yang mengakut 298 penumpang ditembak rudal BUK buatan Rusia.
Berdasarkan hasil penyelidikan tim investigasi negeri Kincir Angin, sebelum ditembak jatuh seluruh penumpang masih sadar setidaknya 60 detik hingga 90 detik sebelum jatuh dan meledak. Seluruh korban terwas diduga akibat mengalami dekompresi, kekurangan oksigen, suhu dingin yang ekstrem, hembusan udara yang sangat kuat serta tertabrak serpihan pesawat.
Dalam video simulasi yang dikeluarkan tim investigasi Belanda, rudal menghantam bagian depan pesawat, tepatnya sebelah kiri kokpit pesawat.
Perdana Menteri Ukraina Arseny Yatseniuk, Selasa (13/10/2015) kemarin menyatakan, dirinya tak ragu lagi bahwa pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh di Ukraina bagian timur oleh pasukan khusus Rusia. Pernyataan PM Ukraina itu disampaikan sesaat sebelum Badan Keselamatan Transportasi Belanda menyampaikan hasil penyidikan akhir tragedi MH17 yang terjadi pada 17 Juli 2014 silam. (Reuters)