Suara.com - Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan program bela negara perlu payung hukum yang mengatur secara mendetail program tersebut. Serta, supaya implementasinya tidak menimbulkan salah tafsir.
"Butuh undang-undang supaya ada parameter, misalnya nanti kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana," ujar TB Hasanuddin di DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, konsep bela negara cukup tepat untuk konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat saat ini.
Dia menambahkan, bela negara ini sudah ada sejak jaman perang dulu. Bedanya, saat perang dulu digunakan untuk perang, setelah perang usai, rakyat kembali lagi kepada pekerjaannya masing-masing.
"Kalau sekarang bukan semata dilatih menembak. Misal ada bencana kan bisa ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara," terang Hasanuddin.
Tahun ini Kementerian Pertahanan akan mulai membina 4.500 kader pembina bela negara di 45 Kabupaten/Kota. Disetiap Kabupaten/Kota terdapat 100 Kader Pembina.
Kader pembina bela negara itu nantinya terdiri dari unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Menurut Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, program bela negara ini bukan wajib militer seperti halnya Korea Utara dan negara lainnya.
"Kita bukan wajib militer, ini kan hak dan kewajiban. Jadi setiap orang ada hak dan kewajiban, jangan sampai kita menuntut hak tapi kewajiban tak dilakukan. Kewajiban kita bela negara ini," kata dia.