Suara.com - Munculnya RUU Pengampunan Nasional dalam pembahasan prolegnas prioritas 2015 dalam rapat di Badan Legislasi DPR, Selasa pekan lalu, mendapatkan reaksi keras dari sejumlah pihak. Salah satunya adalah dari Ketua Kelompok Fraksi NasDem di Badan Legislatif (Baleg) DPR, Luthfi A Mutty.
Sebagaimana disampaikan melalui rilisnya, menurut Luthfi, RUU ini akan berimplikasi pada imunitas para pengemplang pajak dan menjadi ajang money laundry. Imunitas yang dimaksud Luthfi adalah para pengemplang pajak akan mendapatkan keuntungan yang luar biasa apabila RUU ini resmi menjadi UU. Negara akan mengampuni para penjahat pajak yang memarkirkan uang di luar negeri. Semangat ini yang kemudian akan memunculkan dampak negatif terhadap kepatuhan dari para wajib pajak yang kelak akan abaikan negara.
Menurut penilaiannya, RUU Pengampunan ini akan memungkinkan korporasi atau perorangan yang akan membersihkan sejarah transaksi keuangannya melalui skema pengampunan pajak oleh negera.
Membaca draft RUU Pengampunan Nasional, dia menjelaskan, yang masuk dalam skema pengampunan pajak adalah seluruh usaha dalam rangka memperoleh kekayaan kecuali teroris, pelaku kejahatan narkoba, dan perdagangan manusia. Dari kandungan salah satu pasal dalam RUU Pengampunan Nasional tersebut, Luthfi melihat bahwa potensi pengampunan terhadap harta hasil korupsi pun tidak terelakkan.
"Menurut saya RUU Pengampunan Pajak tidak tepat, potensi money laundry sangat besar di situ," paparnya, di sela-sela kunjungan kerja di dapilnya di Sulawesi Selatan.
Mantan staff ahli Wapres Budiono ini juga menuding bahwa ada upaya membawa kepentingan para penjahat pajak dalam RUU Pengampunan yang dimaksud. Menurutnya, pengusulan RUU ini dilakukan oleh Anggota DPR yang bahkan dikomisinya jelas-jelas tidak mengurusi teknis pajak.
Seharusnya, menurut Luthfi RUU Pengampunan Pajak diajukan oleh Pemerintah karena seluruh kegiatan pengumpulan pajak dan pembuatan basis data adalah kewenangan pemerintah melalui Kementerian Keuangan.
"Seharusnya yang mengajukan itu pemerintah bukan DPR, tapi ini sebaliknya. Kita lihat saja partai mana yang bernafsu mengajukan RUU ini. Ada kepentingan apa DPR mengajukan RUU Pengampunan Nasional?" gugat Luthfi.
Luthfi mengakui bahwa sektor pajak adalah sektor terlemah di Indonesia. Ia melihat indikasi salah urus dari hulu dan hilir sehingga pengemplang pajak bisa dengan mudah melakukan aksinya. Dari regulasi misalnya, ia melihat bahwa peraturan yang ada tidak lantas menertibkan para wajib pajak. Malah potensi penerimaan negara dari sektor pajak bisa menguap begitu saja. Di sisi lainnya, Anggota DPR dari Dapil Sulawesi Selatan III ini juga mengkritisi tentang peradilan pajak yang kebanyakan diisi oleh para pejabat internal pajak yang nyatanya menciptakan lingkaran korupsi baru.
"Regulasi tentang pajak sangat longgar bagi para pengemplang pajak, dan yang paling saya kritisi adalah peradilan pajak yang diisi oleh orang-orang pajak yang justru akan menciptakan Gayus-Gayus lainnya," tegasnya.
Dalam penilaiannya pemerintah sampai saat ini belum maksimal dalam melakukan pengumpulan pajak. Selain itu, dia juga meragukan pemerintah bisa transparan dan akuntabel ketika pengampunan pajak itu diberlakukan kelak. Lebih jauh dia mengatakan apabila RUU Pengampunan ini jadi disahkan, maka pemerintah perlu membuka dan merilis daftar perusahaan dan individu yang menerima surat pengampunan nasional. Hal tersebut harus disertai dengan detail harta yang diampuni, sebagai upaya memelihara kepercayaan publik.
"Yang jadi pertanyaannya adalah pemerintah mampu gak merilis semua (data yang menerima surat pengampunan- red) itu ke publik. Karena menurut saya transparansi dan akuntabilitas itu harus menjadi prioritas ketika RUU ini gol di DPR," tutupnya.
RUU Pengampunan Nasional Dikhawatirkan jadi Arena "Money Laundry"
Arsito Hidayatullah Suara.Com
Selasa, 13 Oktober 2015 | 08:10 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Jaga Demokrasi, Wakil Rektor UGM Dukung PDIP dan Nasdem Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo
12 November 2024 | 21:58 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI