Suara.com - Pemerintah membentuk Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) untuk mengelola 11 blok minyak dan gas bumi yang ada di darat dan perairan provinsi itu. Peran BPMA ini seperti Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh Said Ikhsan mengatakan BPMA paling lambat terbentuk Mei 2016. Keberadaan BPMA merupakan amanah dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Migas di Aceh. PP 23/2015 adalah turunan dari Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Said mengatakan BPMA nantinya berperan dalam melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu migas di Aceh. Dikatakan, untuk mengelola 11 blok Migas tersebut, BPMA nantinya bekerjsama dengan kontraktor yang mau melakukan eksplorasi di Aceh.
Kata dia, untuk mengelola blok Migas ini bukan pekerjaan satu bulan atau satu tahun, tapi dalam jangka panjang minimal 20 tahun, oleh karenanya dibutuhkan investasi yang cukup besar. Untuk satu blok saja bisa membutuhkan investasi ratusan miliar rupiah, itu pun belum tentu berhasil memperoleh migas.
Sementara itu, Kepala Humas SKK Migas, Elan Biantoro menyatakan, pemerintah sangat mendukung kehadiran BPMA, sehingga Aceh bisa mandiri untuk mengelola migas. Dia berharap agar masyarakat mendukung siapa saja investor yang masuk ke Aceh. Karena eksplorasi migas merupakan proyek jangka panjang dan membutuhkan modal yang sangat besar.
Sementara, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, dalam PP No 23 Tahun 2015 disebutkan kewenangan pengelolaan migas, yang ada di wilayah laut 12-200 mil dari kewenangan Aceh, dilaksanakan oleh pemerintah dengan mengikutsertakan pemerintah Aceh lewat pengawasan dan pemantauan terhadap produksi migas.
Dalam rangka pengawasan dan pemantauan produksi Migas, kontraktor, yang wilayah kerjanya berada pada 12 sampai dengan 200 mil laut dari wilayah kewenangan Aceh, wajib menyampaikan laporan produksi migas secara berkala kepada Gubernur Aceh.
Badan Pengelolaan Migas di Aceh ini bertugas untuk melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerjasama kegiatan usaha hulu. Hal ini bertujuan agar pengambilan migas milik negara yang ada di darat dan laut di wilayah Aceh bisa memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Antara)