Suara.com - PP Pemuda Muhammadiyah menyatakan segera mengeluarkan fatwa untuk tidak menyalatkan koruptor. Hal itu dikatakan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzhar Simanjuntak sebagai dukungan untuk pemberantasan korupsi.
"Kami akan usulkan fatwa untuk tidak menyalatkan koruptor," kata Danhil di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (11/1/2015).
Dahnil menerangkan, hal itu sesuai dengan sebuah riwayat Rasulullah. Tepatnya, saat Rasulullah berhadapan dengan koruptor.
Kala itu, umat Islam menang melawan kaum Yahudi dalam Perang Haibar. Ada seorang sahabat Rasulullah yang tewas, namun meski mati sahid, Rasulullah enggan menyalatkan sang sahabat.
Menurut riwayat tersebut, hanya Rasulullah yang tidak ikut salat jenazah. Tapi Rasulullah tetap mempersilahkan sahabat-sahabat lain untuk salat jenazah. Usai salat, para sahabat pun bertanya.
"Rasul menjawab jika sahabat itu melakukan korupsi dan dia tidak menyalatkannya. Rasul pun meminta sahabat lain untuk mengecek barang peninggalan sahabat yang meninggal itu. Ternyata isinya ada rampasan perang berupa manik-manik senilai dua Dirham yang harusnya dibagikan," kata Danhil.
Berangkat dari ekspresi sosial ini juga, sambungnya, pada muktamar Muhammadiyah kemarin diusulkan sebuah fatwa untuk larangan menyalatkan jenazah koruptor. Koruptor hanya dipersilahkan untuk disalatkan keluargnya karena hukumnya fardhu kifayah.
Apalagi, sambungnya, dia menemukan kejadian di suatu daerah, di mana warga ramai-ramai menyalatkan koruptor. Namun, ternyata, warga yang menyalatkan ini diiming-imingi bayaran.
"Jadi umat Islam harus keluarkan ekspresi kemarahan terhdap korupsi, tapi kenapa anggota DPR malah dukung koruptor. Makanya kalau Muhammdiyah nanti akan keluarkan fatwa, pejabat atau anggota DPR sekalipun yang mati tapi terbukti korup tak usah disolatkan, kecuali dia taubat nasuha,"kata dia.
Riwayat ini, sambungnya, menjadi acuan dalam revisi UU nomor 30/2002 tentang KPK. Menurutnya, revisi UU ini tidak relevan dengan kondisi saat ini. Di mana, pemberantasan korupsi harusnya ditingkatkan.