Suara.com - Pemerintah Turki menyensor liputan media dan memblokir media sosial Twitter serta Facebook yang memberitakan soal peristiwa dua ledakan di Ankara yang mengakibatkan 95 orang tewas.
Dewan Pengawas Radio dan Televisi Turki (RTUK) membelakukan larangan penyiaran gambar ledakan yang terjadi di dua tempat.
"Perdana Menteri Turki telah memberlakukan larangan siaran sementara mengenai serangan teror yang dilakukan di Ankara pagi ini," tulis sebuat pernyataan RTUK yang dirilis di laman resminya, seperti dilansir Independent, Minggu (11/10/2015).
Seorang juru bicara pemerintah menyatakan alasan sensor yang menggambarkan adegan mengerikan itu bisa menciptakan perasaan panik.
Sementara itu, Turki juga memblokir beberapa jaringan paling populer di negara itu, termasuk Turkcell dan TTNET.
Setidaknya 95 orang tewas menyusul peristiwa bom bunuh diri di Ankara, Turki, yang dilakukan dua pelaku beberapa pekan menjelang pemilu di negara itu.
Bom bunuh diri itu sengata menyasar para aktivis buruh dalam aksi damai yang digelar oleh kelompok kiri dan oposisi pendukung Kurdi.
Seperti dilansir Reuters, Minggu (11/10/2015), potongan tubuh bercampur dengan meteri demonstrasi dari kelompokoposisi Partai Rakyat Demokratik (Peoples' Democratic Party/HDP) berserakan di jalanan.
HDP menuding peristiwa itu dipicu sikap pemerintah Turi yang ‘berlumuran darah’.
Sebelum bom meledak, gambar dari CNN menujukkan lelaki dan perempuan bergandengan tangan sambil menari dan tiba-tiba bom meledak di barisan belakang.
Setelah ledakan tersebut, situasi di lokasi kejadian kacau, sementara ambulans mencari korban cidera dan polisi menutup kawasan itu.
"Kami mendengar satu ledakan kuat dan kemudian satu lagi ledakan lebih kecil, dan kemudian terjadi kepanikan. Kemudian kami melihat mayat-mayat di sekitar stasiun," kata Ahmet Onen (52).
"Demonstrasi yang ingin menggerakkan perdamaian berubah menjadi pembantaian, Saya tidak mengerti," katanya sambil berurai air mata.