Suara.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sempat membahas dua rancangan undang-undang (RUU) untuk dimasukkan ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 di gedung DPR. Kedua rancangan yang dibahas adalah revisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta RUU tentang Pengampunan Nasional.
Terkait hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku tidak masalah dengan adanya rencana pengampunan bagi para koruptor.
"Makanya saya bilang, kalau mau ada pemutihan atau pengampunan koruptor, boleh. Tapi harus disebutkan juga, ke depan bahwa harus ada pembuktian terbalik harta pejabat, baru kita rekonsiliasi," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jumat (9/10/2015).
"Jadi kalau ada (yang) mau rekonsiliasi pengampunan koruptor, boleh. Tapi ke depan, yang mau jadi pejabat lagi harus bisa mengumumkan hartanya dari mana, bukan cuma berapa. Baru adil kan?" ujar Ahok menambahkan.
Mantan Bupati Belitung Timur itu menilai, apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka "pengampunan dosa" para koruptor akan sia-sia.
"Ini pengampunan, (kalau) korupsi lagi, kacau dong. Pengampunan, terus gimana? Jadi pengampunan mesti berlaku putus, untuk sebuah negara baik. Kita potong nih, misalnya kejahatan korupsi sampai tahun 2015 atau 2010, atau pasca reformasi. Kan kita semua reformator," ujarnya.
"Korupsi yang dilakukan sebelum 1998, kita ampunin. Supaya fair kan. Kan katanya yang berkuasa sekarang aktivis-aktivis antikorupsi yang menumbangkan Pak Harto, menumbangkan Orde Baru. Berarti orang-orang yang sudah bertekad mau membaguskan negara ini," sambung Ahok.
Sebelumnya, anggota Baleg dari Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP), Hendrawan Supratikno mengatakan, RUU Pengampunan Nasional dinilai urgen karena banyak orang yang menyimpan uang hasil kejahatan di luar negeri untuk mencari aman.
"Memang itu (menyimpan uang di luar negeri) ada yang merupakan hasil investasi yang baik. Tapi tidak menutup kemungkinan ada juga yang berasal dari hasil korupsi dan pencucian uang," ujar Hendrawan, Rabu (7/10/2015).
Hendrawan mengatakan, dalam RUU tersebut, asalkan seseorang atau lembaga mau melapor atau mengembalikan uang hasil kejahatan, mereka akan diampuni atau terhindar dari pidana.
"Yang hasil korupsi, pelarian modal, pengemplang pajak, uangnya dilaporkan kepada otoritas keuangan dan otoritas fiskal dan dimasukkan ke Indonesia, maka nanti diampuni," jelas Hendrawan.
Hendrawan menambahkan, bila nanti semua uang hasil korupsi kembali ke negara, hal itu bisa mengurangi desakan utang luar negeri dan bisa meningkatkan perekonomian nasional.
"Ini upaya meniadakan tuntutan pidananya. Sekarang kita mau berkokoh menjadi malaikat, atau menerima (uang itu)? Kalau tidak diberi pengampunan, mereka akan terus bergentayangan di luar negeri terus," ujarnya pula.
Namun, kata Hendrawan lagi, tidak semua kasus nantinya bisa dikenakan pengampunan, walaupun uangnya telah dikembalikan kepada negara.
"Pengecualian dikenakan kepada dana terkait kejahatan terorisme, human trafficking, dan kejahatan narkoba," tuturnya.
Disebutkan, dalam rapat yang digelar Selasa (6/10) lalu dan dihadiri 33 anggota DPR, akhirnya telah diteken usulan RUU Pengampunan Nasional. Mereka yang mengusulkan terdiri dari F-PDIP sebanyak 12 orang, Fraksi Golkar 12 orang, Fraksi PPP 7 orang, dan dari Fraksi PKB sebanyak 2 orang.
Namun dilaporkan pula, belum ada kesimpulan akhir dari rapat tersebut. Pimpinan rapat yakni Sareh Wiyono, akhirnya menunda keputusan hingga Senin pekan depan.
Ahok Dukung Usul Pengampunan Koruptor, Tapi Ada Syaratnya
Jum'at, 09 Oktober 2015 | 13:56 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Endorse Prabowo ke RK Masih Abu-abu, Ini 'Daerah Kekuasaan' Anies-Ahok buat Menangkan Pramono di Jakarta
17 November 2024 | 14:46 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI