Suara.com - KPK menuding ada upaya dari DPR untuk mengamputasi dan melemahkan wewenang lembaga anti rasuah itu, menyusul beredarnya naskah RUU KPK.
Sejumlah pasal yang bakal dimasukkan diantaranya, yakni masa kerja KPK yang Cuma 12 tahun, batas jumlah korupsi yang bisa ditangani KPK dari Rp1 miliar menjadi Rp50 miliar dan hanya boleh menyadap kalau sudah ada bukti.
"Kalau pasal ini tetap disahkan, lebih baik KPK dibubarkan saja, saya juga sangat mendukung untuk dibubarkan saja" kata Pelaksana Tugas KPK, Indriyanto Seno Adji, di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu malam (7/10/2015).
Pasal 73 draft revisi UU KPK tang diajukan sejumlah Fraksi di DPR dan dimotori oleh PDIP diketahui berbunyi "Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan."
Padahal, kata Indriyanto, hal ini berbeda dengan pengertian lembaga ad hoc alias sementara yang dimengerti pihak umum selama ini.
"Pengertian ad hoc itu lembaga trigger selalu terkait the principal danger. Lembaga ad hoc tidak terikat durasi, tapi bisa dihentikan durasi kalau maksud clear and present danger sudah terjadi," papar dia.
Menurut Indriyanto, ad hoc yang dimaksud untuk KPK adalah dengan maksud, artinya apabila maksud dari didirikannya KPK itu sudah tercapai, baru bisa dibubarkan.
Karena itu, KPK hanya bisa ditutup bila Indonesia sudah bersih sama sekali dari korupsi. Jika belum, lembaga antikorupsi wajib terus beraksi. Indriyanto tegas menyatakan KPK tak akan tinggal diam bila nantinya revisi UU memasukan pasal yang justru melemahkan KPK ini
"Jangan sekali-kali lembaga trigger ini diamputasi. Kita akan menempuh langkah-langkah yang secara hukum dibenarkan," tutupnya.
BERITA TERKAIT LAINNYA:
Mubarok: KPK Bukan untuk Selamanya
Usulan KPK Bubar Setelah 12 Tahun, Kapolri: Itu Belum Harga Mati