Tidak Tepat Penanganan Korupsi Diukur dari Kerugian Negara

Rabu, 07 Oktober 2015 | 14:55 WIB
Tidak Tepat Penanganan Korupsi Diukur dari Kerugian Negara
Ilustrasi penjara (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Draft RUU tentang revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disusun DPR dinilai lebih banyak untuk mengerdilkan fungsi lembaga antirasuah sehingga terancam tidak bisa memperkarakan koruptor.

Salah satu pasal yang diusulkan DPR yang dipersoalkan pimpinan KPK ialah KPK hanya dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara di atas 50 miliar rupiah.

"Tidak tepat bila penanganan korupsi dilihat dari nilai kerugiannya," kata pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, Rabu (7/10/2015).

Indriyanto mengatakan permasalahan korupsi tidak berpijak pada nilai kuantitatif, tapi, lebih fokus pada obyek perilaku tercela dari pelakunya. Kerugian negara, katanya, tak bisa jadi patokan.

"Berapa nilainya, menjadi kewajiban penegak hukum untuk memeriksanya, baik dari KPK, Polri maupun Kejaksaan," kata dia.

Selama ini KPK dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara minimal satu miliar rupiah. Nilai tersebut dinilai sudah cocok karena korupsi sejumlah politisi yang sudah ditangkap KPK selama ini angkanya di atas angka tersebut.

Dikhawatirkan apabila usulan minimal Rp50 miliar diundangkan, banyak koruptor yang lepas dari jeratan KPK.

Usulan tersebut ada di Pasal 13 yang bertuliskan:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan tindak pidana korupsi.

a. Melibatkan penyelenggara negara, dan orang lain yang kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

b. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar.

Angka yang tercantum dalam pasal tersebut berbeda jauh dengan yang dipaparkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berlaku saat ini. Pasal 11 berbunyi:

"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :

a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI