Suara.com - Salah satu keistimewaan KPK dalam memberantas korupsi adalah tidak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika barang bukti permulaan dianggap belum cukup.
Lembaga anti rasuah ini berupaya sekuat mungkin untuk mencari semua bukti pendukung agar semua kasus korupsi dilanjutkan hingga diseret ke pengadilan.
Keistimewaan ini terancam dipangkas agar KPK tak lagi bertaring jika merujuk pada naskah revisi RUU KPK yang kini beredar di tangan wartawan yang meilput di Senayan.
Dalam naskah itu, KPK diberi peluang untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus.
Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menyatakan kalau tak adanya SP3 adalah karakter khusus KPK.
"Karakter khusus penindakan KPK adalah Pasal 44 UU KPK, tentang tahap penyelidikan (Lidik)," kata Indriyanto saat dihubungi, Rabu (7/10/2015).
Pakar hukum pidana tersebut menjelaskan, bahwa bila penyelidik tidak menemukan adanya bukti permulaan yang cukup dengan minimum dua alat bukti, suatu kasus dapat dihentikan tahap lidik. Artinya, kasus itu tak akan naik ke penyidikan.
"Ini berarti tidak perlu ada pengaturan SP3 i tahap sidik/penyidikan,"tegasnya.
Revisi UU KPK diketahui memasukan kewenangan penghentian penyidikan yang salah satunya membahas soal kemungkinan menghentikan penyidikan.
Pada Pasal 42 naskah revisi RUU KPK itu disebutkan: "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditangani tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada pasal 109 ayat (2) KUHP".