Suara.com - Anggota Komisi III Akbar Faizal mengungkapkan bakal memanggil Kapolri Badrodin Haiti dalam Rapat Dengar Pendapat dalam waktu dekat.
Hal ini menyusul hasil investigasi di lapangan yang menyatakan aparat Polsek Irisan, Lumajang, Jawa Timur, tidak mengindahkan permintaan perlindungan pada 10 September 2015 dari sejumlah warga Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, atas ancaman dan intimidasi dari kepala desanya, Haryono, beserta 12 kaki tangannya.
Atas pembiaran tersebut, Akbar menyebut, bahwa Polri paling bertanggung jawab atas tewasnya Salim Kancil dan terlukanya Tosan.
“Dari hasil investigasi kami, salah satu rekomendasinya adalah memanggil Kapolri untuk menanyainya perihal pembiaran yang dilakukan oleh Polres setempat,” tuturnya dalam keterangan yang diterima suara.com, Rabu (7/10/2015).
Menurutnya, ada pembiaran dari dua instansi terkait kekerasan yang berujung pada pembunuhan tersebut.
Pertama, pembiaran oleh pemerintah daerah dimana penambangan tanpa izin yang dilakukan oleh Haryono dan 12 antek-anteknya didiamkan saja. Padahal menurutnya, lahan seluas kurang lebih 824 hektar yang dimiliki oleh PT IMMS tersebut tidak memiliki izin eksplorasi.
Kedua, adalah pembiaran oleh aparat kepolisian setempat terhadap segala bentuk penganiayaan dan intimidasi oleh para pelaku yang telah berlangsung beberapa bulan sebelumnya.
Akbar menduga, jika saja Polsek setempat responsif terhadap pengaduan masyarakat yang meminta perlindungan, tidak akan terjadi penganiayaan yang berujung tewasnya Salim Tosan pada 29 September 2015 itu.
“Hal ini bukan hanya masalah tambang lagi tapi sudah pada taraf kemanusiaan. Pembiarannya dilakukan oleh Pemerintah daerahnya dan Kepolisian,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan anggota Komisi III lainnya dalam waktu terdekat bersafari berkeliling untuk meninjau konflik pertambangan yang dialami masyarakat.