Suara.com - Revisi undang-undang (RUU) 30/2002 tentang KPK diubah menjadi inisiatif DPR. Sebelumnya, RUU ini merupakan usulan dari pemerintah dan masuk dalam prioritas program legislasi nasional (prolegnas) 2014-2015. Namun, hingga kini drafnya belum masuk ke DPR.
"Perubahan pengusulan RUU 30/2002 tentang KPK dalam prolegnas RUU prioritas 2015 yang semula disiapkan pemerintah menjadi usulan DPR. Drafnya sudah ada di tangan para anggota," kata Ketua Badan Legislatif DPR Sareh Wiyono, dalam rapat Baleg di DPR, Jakarta, Selasa (6/10/2015).
Dalam rapat kali ini, RUU itu akan dimasukan dalam prioritas prolegnas 2015. Namun, belum ada kesepakatan dari Fraksi yang hadir dalam rapat kali ini. Sehingga rapat perlu ditunda Senin (12/10/2015) dengan agenda pandangan fraksi.
Untuk sementara, RUU KPK ini direstui oleh 45 orang. Dengan rincian, PDI Perjuangan 15 orang, PKB 2 orang, PPP 5 orang, Nasdem 11 orang, dan Hanura 3 orang, dan Golkar 9 orang.
"Ditunda sampai Senin, setiap anggota diminta untuk berkonsultasi dengan fraksi," ujar Sareh.
KPK Dilemahkan
Dalam draf UU KPK yang didapat suara.com, latar belakang UU KPK ini menimbang dari;
"Karena penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi belum mampu memberikan daya cegah terjadinya tindak pidana korupsi, dan oleh sebab itu perlu diambil langkah pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi yang efektiif dan efisien dengan pendekatan yang komprehensif agar lebih memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi optimalisasi pemanfaatan dana pembangunan untuk kemakmuran rakyat baik sekarang maupun masa datang."
Kemudian, "keberadaan lembaga KPK yang perlu ditinjau kembali. Karena penegakan hukum pidana tidak termasuk bagian dari kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi, tetapi sebagai perwujudan dari kedaulatan hukum dan masuk wilayah kekuasaan kehakiman yang harus dijaga dari pengaruh kekuasaan manapun."
Dalam draf ini, ada beberapa pasal baru yang dimasukan ke dalam draf ini. Ada juga pasal yang diubah dari UU 30/2002 tentang KPK.
Seperti, pada Pasal 4 draf UU ini disebutkan KPK "dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Sedangkan pada UU 30/2002 tentang KPK pasal 4-nya berbunyi, "KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan korupsi"
Pasal 5 draf UU ini berbunyi "KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak UU ini diundangkan". Bunyi pasal ini baru dan tidak ada di UU 30/2002 tentang KPK."
Kemudian, pada BAB II tentang Tugas, Wewenang, dan Kewajiban, pada Pasal 7 draf ini, pada huruf a, KPK mempunyai tugas melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. Padahal pada UU 30/2002 tentang KPK pada Pasal 7 disebutkan KPK bertugas sebagai pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kemudian, di pasal yang sama draf UU ini, huruf d, disebutkan, KPK "memiliki tugas untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tindak pidana korupsi yang diatur di dalam UU ini dan/atau penanganannya di kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif dan legislatif."
Hal ini tidak ada pada UU 30/2002 tentang KPK. Malah di draf UU ini, disebutkan tugas KPK yaitu melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara yang di dalam draf RUU KPK tidak ada.
Kemudian, dalam pasal 13 b draf RUU ini, KPK menyidik kasus korupsi "menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar)."
Lalu, pada pasal 13 c draf RUU ini, "KPK melakukan penyidikan di mana ditemukan kerugian negara dibawah 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), maka wajib menyerahkan tersangka dan berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK."
Sedangkan, dibanding dengan Pasal 11 UU nomor 30/2002 tentang KPK, disebutkan penyidikan KPK dilakukan karena menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Selanjutnya, pada pasal 14 draf RUU ini, huruf KPK diperbolehkan "melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin Ketua Pengadilan Negeri."
Jika dibanding dengan UU 30/2002 tentang KPK pasal 12, KPK diperbolehkan melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan tanpa izin dari siapapun.
Pada BAB IV tentang Kedudukan, Tanggungjawab dan Susunan Organisasi, di pasal 22 point (1) huruf b, draf RUU ini disebutkan, jabatan untuk "Dewan Eksekutif yang terdiri dari 4 anggota".
Jabatan ini diterangkan dalam draf RUU ini memiliki tugas menjalankan pelaksanaan tugas sehari-hari lembaga KPK dan melaporkannya ke komisioner KPK. Dewan eksekutif ini diajukan oleh Pansel KPK dan dibentuk KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Jabatan ini tidak ada dalam UU 30/2002 tentang KPK. Dalam UU itu, hanya menerangkan jabatan Tim Penasehat yang terdiri dari empat orang. Tim ini, dalam UU tersebut, memiliki tugas sebagai memberikan
Kemudian, pada pasal 30 draf ini, pimpinan KPK harus berumur sekurang-kurangnya 50 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun. Hal ini berbeda dengan pasal 29 UU 30/2002 tentang KPK yang berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun.
Selain itu, dalam pasal 39 draf UU ini, berbunyi, "dalam melaksanakan tugas dan penggunaan wewenanganya KPK maka dibentuk Dewan Kehormatan". Dewan Kehormatan ini bersifat ad hoc terdiri dari 9 anggota yaitu 3 unsur dari pemerintah, 3 unsur aparat penegak hukum, dan 3 dari unsur masyarakat. Ketentuan Dewan Kehormatan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kemudian, pada pasal 42 draf UU ini, berbunyi, "KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditanganinya tersebut tidak memebuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada 109 ayat(2) KUHP."
Dalam draf ini, pada BAB VI bagian penuntutan disebutkan penuntut KPK pada pasal 53, adalah "Jaksa yang berada dibawah lembaga Kejaksaan Agung RI yang diberi wewenang oleh kuhap untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim." Penuntut ini jaksa penuntut umum.
Sedangkan dalam BAB VI bagian Penuntutan pasal 51 UU 30/2002 tentang KPK disebutkan, penuntut adalah penuntut umum pada KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK.
Dan, diakhir draf UU ini, pada pasal 73 ditegaskan kembali soal keberadaan KPK. Pada pasal ini, disebutkan 'UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan"