Pada tahun 2015, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menetapkan 243 perguruan tinggi dengan status nonaktif. Pada tanggal 29 September, daftar nama perguruan tinggi tersebut beredar luas.
Salah kampus yang namanya masuk daftar adalah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi GICI. Kampus ini pusatnya di Depok, Jawa Barat.
STIE GICI melalui pengacara Yusril Ihza Mahendra keberatan. Yusril meminta Kemenristek dan Dikti mengklarifikasi.
"Mereka harus buat klarifikasi tentang itu, karena sudah membuat keresahan," kata Yusril di gedung PTIK, Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2015).
Yusril mengatakan klarifikasi Kemenristek dan Dikti perlu dilakukan karena dalam informasi yang beredar, ada sejumlah istilah yang membingungkan publik. Judul suratnya menyebutkan hanya peringatan, tetapi di dalamnya memerintahkan untuk tidak menerima mahasiswa baru, tidak boleh melakukan kegiatan, dan tidak boleh mewisuda. Menurut Yusril, itu meresahkan.
"Kan istilah di dalamnya tidak jelas, satu pihak itu surat peringatan tapi di pihak lain di dalamnya ada perintah. Itu harus diselesaikan oleh Ristek Dikti secara internal terlebih dahulu, karena sudah banyak orang yang resah saat ini," kata mantan Menteri Kehakiman dan HAM.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono Suwignjo menegaskan tidak pernah mengumumkan daftar perguruan tinggi yang dinonaktifkan, apalagi mengeluarkan surat peringatan. Dia juga membantah kalau kampus yang dinonaktifkan dilarang menjalankan aktifitas perkuliahan.
Dia menjelaskan kalau kampus memperbaiki pelanggaran, mereka diaktifkan kembali. Dia juga mengatakan penonaktifan beda dengan pencabutan izin.
Salah kampus yang namanya masuk daftar adalah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi GICI. Kampus ini pusatnya di Depok, Jawa Barat.
STIE GICI melalui pengacara Yusril Ihza Mahendra keberatan. Yusril meminta Kemenristek dan Dikti mengklarifikasi.
"Mereka harus buat klarifikasi tentang itu, karena sudah membuat keresahan," kata Yusril di gedung PTIK, Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2015).
Yusril mengatakan klarifikasi Kemenristek dan Dikti perlu dilakukan karena dalam informasi yang beredar, ada sejumlah istilah yang membingungkan publik. Judul suratnya menyebutkan hanya peringatan, tetapi di dalamnya memerintahkan untuk tidak menerima mahasiswa baru, tidak boleh melakukan kegiatan, dan tidak boleh mewisuda. Menurut Yusril, itu meresahkan.
"Kan istilah di dalamnya tidak jelas, satu pihak itu surat peringatan tapi di pihak lain di dalamnya ada perintah. Itu harus diselesaikan oleh Ristek Dikti secara internal terlebih dahulu, karena sudah banyak orang yang resah saat ini," kata mantan Menteri Kehakiman dan HAM.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono Suwignjo menegaskan tidak pernah mengumumkan daftar perguruan tinggi yang dinonaktifkan, apalagi mengeluarkan surat peringatan. Dia juga membantah kalau kampus yang dinonaktifkan dilarang menjalankan aktifitas perkuliahan.
Dia menjelaskan kalau kampus memperbaiki pelanggaran, mereka diaktifkan kembali. Dia juga mengatakan penonaktifan beda dengan pencabutan izin.