Suara.com - Komisi III DPR meminta agar akademisi berhenti mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya menghentikan kasus mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW).
Ketua Komisi III Benny K Harman menyarankan, agar kalangan akademisi mengikuti sistem tata negara yang berlaku.
"Jangan memaksa presiden untuk langgar hukum. Jangan menjebak presiden untuk lakukan pelanggaran hukum," ujar Benny, di DPR, Jakarta, Senin (5/10/2015).
Menurutnya, sebaiknya kalangan akademisi lakukan pengawasan proses hukum yang saat ini dilakukan kepolisian, juga jaksa. Dari proses ini, sambung Benny, kepolisian dan kejaksaan yang akan menilai layak tidaknya kasus tersebut dilanjutkan.
"Jadi kalau secara hukum tidak layak, ada mekanisme hukum, ada SP3. Itu hal yang biasa. Tapi Jangan minta presiden intervensi hukum," ujar Politisi Demokrat ini.
Menurut Benny, meski Presiden mengangkat Jaksa Agung dan Kapolri, bukan berarti Presiden bisa mengintervensi proses hukum yang ditangani di dua instansi penegak hukum ini.
"Saya mohon akademisi jangan rusak sistem tata negara. Kalau mau, kita perkuat sistem itu tegakan sistem itu. Jangan jadikan sitem penegakan hukum kita menjadi sistem terpimpin, yang artinya semua apa kata presiden. kita tidak menganut demokrasi terpimpin. Kita tidak menganut sitem penegakan hukum terpimpin," ujar dia.
Senada, Anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang mengatakan, jika Jokowi memenuhi permintaan akademisi ini, malah membuat preseden buruk. Bukan tidak mungkin, kasus seperti ini akan berulang di kemudian hari.
"Presiden tidak bisa mengintervensi. Kalau itu dilakukan akan menjadi preseden buruk, biarlah tunggu di persidangan. Tidak relevan juga presiden mengintervensi hukum. Tidak ada dasar hukumnya," kata dia.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan masukan akademisi yang mendesak supaya kasus mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto dihentikan.