Suara.com - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Syarifudin Sudding mengatakan kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan salah satu anggota DPR kepada pembantu rumah tangga berinisial T ditangani Polda Metro Jaya.
"MKD bisa saja masuk. Tapi Lebih bagus memang proses di Polda diselesaikan dulu. Karena kalau Polda bisa membuktikan salah atau tidak yang bersangkutan. Maka putusan pengadilan dijadikan untuk menjatuhkan putusan soal pelanggaran etitka di MKD," ujar Sudding di DPR, Jumat (2/10/2015).
Sudding mengatakan MKD lebih baik menunggu hasil dari penyelidikan kepolisian terhadap kasus tersebut.
"Kalau seseorang sudah proses lidik-sidik di institusi penegak hukum, maka kita sifatnya menunggu proses itu, apa terbukti atau tidak," ujar dia.
Dia menambahkan sampai saat ini belum menerima laporan terkait kasus tersebut.
"Sampai sekarang belum ada laporan masuk. Kalau ada laporan masuk, ya kita verifikasi. Karena ketika itu di institusi penegak hukum berproses dan itu sudah dinyatakan bersalah, itu berarti dengan sendirinya melanggar etika," ujar anggota Fraksi Hanura.
Sudding belum mau berandai-andai sanksi seperti apa yang akan diberikan kepada anggota dewan kalau terbukti menganiaya pembantu.
"(Sanksi berat) Itu tergantung pleno di MKD. Karena sejauh ini yang kita klafikasi itu (sanksi berat), baru perkelahian di Komisi VII. Apa perkelahian identik dengan penganiayaan ini belum tahu," ujar dia.
T adalah perempuan asal Brebes, Jawa Tengah. Laporannya pada Rabu 30 September 2015 pukul 14.30 WIB bernomor LP/3993/ /2015/PMJ/Dit. Reskrimum.
Menurut laporan T kepada polisi, dia mendapatkan kekerasan fisik dari majikan berinisial IH dan A pada bulan Juli 2015 dan tanggal 29 September 2015. Tempat kejadian di apartemen ASCOT lantai 14, Jakarta Pusat.
T mulai bekerja di tempat IH pada Mei 2015. Dia bekerja sebagai pengurus anak. Menurut laporannya kepada polisi, sejak masuk kerja, kartu identitas dan ponselnya ditahan. Sebulan, dia digaji Rp2.200.000.