Suara.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan sudah tidak ada lagi program studi banding dalam kunjungan kerja anggota dewan ke luar negeri. Aturan ini, katanya, sesuai dengan nomenklatur yang diatur di DPR.
"Studi banding sebenarnya nggak ada lagi, memang ada kunjungan kerja dalam rangka diplomasi parlemen, di UU MD3 ada peran diplomasi, dan itu ada di statuta (International Parliamentary Union) IPU," ujar Fadli Zon di DPR, Jumat (2/10/2015).
Namun, kata anggota Fraksi Gerindra, anggota dewan masih diizinkan kunjungan kerja dengan tujuan untuk menghadiri kegiatan konferensi atau diplomasi parlemen. Sebab, interaksi dan networking dengan dunia internasional sangat penting perannya.
"Kita ingin tidak perlu lagi studi banding, kalau kunjungan kerja (kunker) dibutuhkan untuk pembahasan UU tertentu yang memang relevan, ya dilakukan, kalau tidak perlu ya tidak perlu," tuturnya.
"Kalau studi banding saya kira lain dengan misalnya lawatan, muhibah dan undangan, yang berdiskusi, berdialog dan berdiplomasi. Kan beda," Fadli menambahkan.
Fadli mengatakan pada 5 Oktober 2015 mendatang DPR akan membentuk tim diplomasi untuk mengatur kunjungan kerja anggota ke luar negeri.
Tim diplomasi, katanya, akan mengatur agar kunjungan kerja untuk tujuan diplomasi tidak bertabrakan dengan tugas antar anggota.
Fadli menerangkan nanti akan diatur mengenai perseorangan, komisi, dan Badan Kerja Sama Antar Parlemen yang melakukan lawatan ke luar negeri.
"Saya Ketua tim diplomasi DPR, kita akan buat protap, akan ada pertanggunjawaban ke publik, antaralain apa sih yang dicapai lewat pres konfres atau tertulis," ujar dia.
Lalu, berapa kali pimpinan DPR dibolehkan pergi ke negeri?
"Muhibah dua kali dalam setahun, kecuali ada konferensi atau diundang. Kalau pimpinan DPR muhibah dua kali," kata Fadli.