Pekan depan, akan ada tersangka kasus dugaan korupsi interpelasi DPRD Sumatera Utara kepada Gubernur Sumatera Utara (nonaktif) Gatot Pujo Nugroho.
"Rencananya mungkin minggu depan akan digelar eksposenya. Ini untuk kasus interpelasi ya. Adanya dugaan terjadi tindak pidana korupsi dalam interpelasi," kata pimpinan KPK, Johan Budi, di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2015).
Rencana penetapan tersangka merupakan kelanjutan dari proses penyelidikan yang telah dilakukan KPK di Medan. Dalam proses penyelidikan, tim penyelidik memintai keterangan kepada lebih dari 50 orang anggota dan mantan anggota DPRD Sumatera Utara.
"Jadi memang kemarin kita sudah meminta keterangan lebih dari 50 baik itu anggota DPRD di periode sekarang maupun periode sebelumnya," kata Johan.
Aroma suap dalam proses hak interpelasi kian menguat setelah Gatot diperiksa pada Selasa (8/9/2015). Ketika itu, Gatot mengaku dimintai keterangan soal hak interpelasi.
Dalam kasus yang sama, KPK juga telah meminta keterangan Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah pada Senin (7/9/2015). Padahal, dalam agenda pemeriksaan hari itu, tidak tercantum nama Ajib -- politisi Golkar.
Seperti diketahui, DPRD Sumatera Utara berencana menggunakan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot pada bulan Maret. Hak interpelasi yang ketiga kalinya itu terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.
Selain itu, terdapat dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri Nomor 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014. Tak hanya itu, interpelasi ini juga diajukan karena adanya kesalahan menetapkan asumsi penerimaan Pemprov Sumut, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga menimbulkan utang secara berkelanjutan.
DPRD menilai Gatot tidak melaksanakan azas pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta azas kepatutan dalam hal pengajuan Hasban Ritonga sebagai salah satu calon Sekretaris Daerah Pemprov Sumatera Utara dan melantiknya sebagai sekretaris daerah. Saat itu, dari 100 anggota DPRD, terdapat 57 anggota yang membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6.000.
Namun, dalam Rapat Paripurna pada 20 April 2015, DPRD sepakat membatalkan penggunaan hak interpelasi. Hal ini lantaran dari 88 anggota DPRD Sumatera Utara yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain.
"Rencananya mungkin minggu depan akan digelar eksposenya. Ini untuk kasus interpelasi ya. Adanya dugaan terjadi tindak pidana korupsi dalam interpelasi," kata pimpinan KPK, Johan Budi, di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2015).
Rencana penetapan tersangka merupakan kelanjutan dari proses penyelidikan yang telah dilakukan KPK di Medan. Dalam proses penyelidikan, tim penyelidik memintai keterangan kepada lebih dari 50 orang anggota dan mantan anggota DPRD Sumatera Utara.
"Jadi memang kemarin kita sudah meminta keterangan lebih dari 50 baik itu anggota DPRD di periode sekarang maupun periode sebelumnya," kata Johan.
Aroma suap dalam proses hak interpelasi kian menguat setelah Gatot diperiksa pada Selasa (8/9/2015). Ketika itu, Gatot mengaku dimintai keterangan soal hak interpelasi.
Dalam kasus yang sama, KPK juga telah meminta keterangan Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah pada Senin (7/9/2015). Padahal, dalam agenda pemeriksaan hari itu, tidak tercantum nama Ajib -- politisi Golkar.
Seperti diketahui, DPRD Sumatera Utara berencana menggunakan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot pada bulan Maret. Hak interpelasi yang ketiga kalinya itu terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.
Selain itu, terdapat dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri Nomor 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014. Tak hanya itu, interpelasi ini juga diajukan karena adanya kesalahan menetapkan asumsi penerimaan Pemprov Sumut, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga menimbulkan utang secara berkelanjutan.
DPRD menilai Gatot tidak melaksanakan azas pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta azas kepatutan dalam hal pengajuan Hasban Ritonga sebagai salah satu calon Sekretaris Daerah Pemprov Sumatera Utara dan melantiknya sebagai sekretaris daerah. Saat itu, dari 100 anggota DPRD, terdapat 57 anggota yang membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6.000.
Namun, dalam Rapat Paripurna pada 20 April 2015, DPRD sepakat membatalkan penggunaan hak interpelasi. Hal ini lantaran dari 88 anggota DPRD Sumatera Utara yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain.