Usai Pembunuhan Biadab Salim Kancil, Warga Desa Masih Diancam

Siswanto | Agung Sandy Lesmana
Usai Pembunuhan Biadab Salim Kancil, Warga Desa Masih Diancam
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Ancaman tersebut diterima sejak sebelum kasus pembunuhan terjadi.

Suara.com - Buntut pembunuhan biadab terhadap petani Salim Kancil (46), sampai saat ini warga Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, masih merasakan adanya ancaman dari orang-orang yang mendukung penambangan pasir ilegal di daerahnya.

Staf Divisi Pembelaan Hak Ekonomi dan Sosial Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Ananto Setiawan mengatakan bentuk ancaman yang diterima warga beragam.

"Masih ada, mulai dari diancungin clurit sampai datangin ke rumahnya, sampai ada (ancaman) melalui pesan-pesan singkat juga," kata Ananto kepada Suara.com di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2015).

Ancaman tersebut diterima sejak sebelum kasus pembunuhan terjadi. Sebagian warga, kata Ananto, telah melaporkan ancaman tersebut kepada pihak berwajib.

Baca Juga: Heboh Ekspor Pasir Laut, Deretan Perusahaan Ini Pernah Lakukan Penambangan Ilegal

"Malah sebelumnya tanggal 11 September ini, warga tuh lapor ke polisi, kalau mereka merasa diancam, diintimidasi dan lain sebagainya.warga lapor ke Polres Lumajang, kemudian Kapolresnya bilang dia bakal bikin tim untuk mencari tahu lagi tentang itu," kata dia.

Namun, kata Ananto, polisi lamban merespon laporan warga sampai kemudian terjadi pembunuhan keji.

"Warga sudah beberapa kali melapor ke polisi, terkait ancaman dan lain sebagai, tapi ternyata responnya polisi nggak sigap untuk hal itu sampai ada pembunuhan," katanya.

Salim Kancil dibunuh oleh massa pendukung kegiatan tambang pasir di Desa Selok Awar-awar pada 26 September 2015.

Tidak hanya Salim, seorang petani lainnya, Tosan, juga dianiaya hingga kondisinya kritis karena luka bacokan.

Baca Juga: Pajang Foto Wiji Thukul, Jefri Nichol Sentil Puan Maharani dan DPR

Kedua korban merupakan petani yang dari awal menolak penambangan pasir di desanya karena dapat mengakibatkan kerusakan serta mengancam produksi pertanian di desanya.