Jelang Pilkada, Dana Hibah Pemkot Tangsel Naik Berlipat

Selasa, 29 September 2015 | 10:09 WIB
Jelang Pilkada, Dana Hibah Pemkot Tangsel Naik Berlipat
Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmy. [suara.com/Dwi Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dana hibah di Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) di Provinsi Banten meningkat tajam sampai 2 kali lipat lebih. Ini terjadi menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) seretak di sana.

Pemkot Tangsel dipimpin Airin Rachmi Diany, yang juga adik ipar dari Atut Chosiyah. Atut adalah terpidana korupsi. Sementara suami Airin, Tubagus Chaeri Wardana juga jadi terpidana korupsi.

Usulan kenaikan dana hibah oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten dari Rp29,568 miliar menjadi Rp105,264 miliar lebih. Ini meningkat 256 persen disoroti karena terlalu drastis dan dilakukan saat perhelatan Pilkada.

Koordinator Tangerang Public Transparency Watch (Truth) Suhendar mengatakan meningkatnya dana hibah sebesar Rp75,696 miliar lebih tidak masuk akal. Dicurigai jadi alat politik.

Karena pemberian dana hibah tidak taat pada asas pengelolaan keuangan daerah yaitu transparan berupa pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya.

Pada APBD murni saja, dana hibah hanya Rp29 miliar, Pemkot Tangsel tidak mempublikasikannya kepada masyarakat. Padahal berdasarkan ketentuan yang berlaku, seharusnya Peraturan Wali Kota yang memuat pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya dipublikasikan, bisa melalui website resmi Pemkot Tangsel maupun media lainnya.

Dengan sikap tertutup ini, maka potensi penyalahgunaan dana hibah sangat besar. Misalnya berupa penerima fiktif atau hanya diberikan kepada kelompok atau golongan tertentu yang terafiliasi secara politik dan sebagainya.

Intinya tidak bertujuan untuk menstimulasi kesejahteraan masyarakat secara umum, melainkan untuk kepentingan tertentu. Oleh karenanya, kenaikan dana hibah ini tidak memiliki legitimasi etis dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Kenaikan ini justru sangat dekat dengan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Kemudian, kenaikan anggaran dana hibah ini terjadi secara drastis dalam momentum masa Pilkada. Dengan kenyataan tertutup, patut diduga kenaikan anggaran hibah ini bertujuan untuk meningkatkan popularitas, demi memuluskan kemenangan Petahana. Polanya membagi-bagikan dana hibah yang berasal dari APBD kepada masyarakat namun dirancang sedemikian rupa.

Kenaikan dana hibah pun bertentangan dengan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Kemendagri No.900/4627/SJ yang keduanya berintikan bahwa belanja hibah dianggarkan setelah memperioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.

REKOMENDASI

TERKINI