Sementara Jumrah Wustha, menurut Ali merupakan simbol membebaskan diri dari sifat-sifat Bal’am, yaitu: pertama, sifat ‘menjilat.’ kedua, sifat ‘menjual’ ayat dan kebenaran demi masalah dunia yang hanya sementara. Ketiga, sifat menghalalkan segala cara demi mendapatkan keinginan duniawi serta kehormatan sesaat. Dan keempat, sifat ‘perselingkuhan’ ruhani Bal’am yang menggadaikan tugas dari Nabi Musa kepada Raja Madyan dengan kedudukan, pangkat, dan istri cantik dari sang raja.
Adapun Jumrah Aqabah, menurut Ali Rokhmad, merupakan simbol melemparkan sifat-sifat Fir’aun dalam diri jemaah, seperti: pertama, sifat kesombongan dan kedurhakaan. kedua, kemusyrikan’ Fir’aun yang selalu menyekutukan Allah. Ketiga, sifat mendustakan agama. Keempat, sifat ‘dzalim’ terhadap istrinya sehingga tega memukul, memenjarakan, bahkan membunuhnya.
Kelima, sifat ‘menumpuk-numpuk’. Ketika sakit, ia minta ampun kepada-Nya. Tapi giliran sembuh, ia lupa apa yang telah menimpanya. “Lemparkan sifat ‘tidak segera bertaubat’ hingga akhirnya meninggal dalam keadaan su’ul khatimah,” tutur Ali Rokhmad.
Sejalan dengan itu, selesai melontar jumrah, jamaah haji menurut Ali Rokhmad diharapkan dapat membuang semua sifat-sifat Qarun, Bal’am, dan Fir’aun, dan menggantinya dengan sifat-sifat Nabi Adam, Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad SAW, yang kesemuanya merupakan sifat atau akhlak terpuji (mahmudah).
“Melontarkan sifat iblis dan setan akan melahirkan sifat tawadlu (rendah hati) dalam diri, pribadi yang selalu bertaubat kepada Allah SWT, bersyukur, qana’ah dengan apa yang diberikan Allah Swt,” katanya.
Demikian halnya ketika melemparkan sifat Bal’am, maka akan menumbuhkan sifat jujur, dan memiliki keimanan yang kuat serta tangguh menghadapi gejolak kehidupan yang penuh dengan tipu daya yang menyesatkan.
Ali Rokhmad berharap ibadah haji dapat melahirkan sifat-sifat yang baik sebagai bagian dari pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia menuju revolusi mental dalam beragama.