Yunus Husein: Seharusnya MK Menolak Uji Materi UU MD3

Kamis, 24 September 2015 | 15:22 WIB
Yunus Husein: Seharusnya MK Menolak Uji Materi UU MD3
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan terkait permohonan gugatan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 MPR, DPD, DPR dan DPRD (MD3) di Jakarta, Selasa (22/9). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Putusan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan untuk meminta persetujuan presiden terlebih dahulu sebelum memanggil dan memeriksa para anggota dewan dinilai sebagai sehuah langkah mundur dalam demokrasi Indonesia.

Menurut Mantan Ketua Pusat Penitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, seharusnya Majelis Hakim harus menolak permohonan tersebut dan bukan malah mengabulkannya.

"Sebenarnya itu adalah sebuah langkah mundur ya dalam penegakan hukum kita, seharusnya MK menolaknya," kata Yunus di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (23/9/2015).

Ketua Pusat Kajian Anti Pencucian Uang (Pukau) tersebut mengatakan bahwa dikabulkannya permohonan tersebut oleh MK adalah sebuah langkah terselubung akan diakuinya diskriminasi hukum di Indonesia. DPR sebagai wakil rakyat diperlakukan dengan baik dan dihormati, sementara rakyat biasa diperlakukan sebaliknya, karena tanpa harus meminta izin presiden tersebih dahulu.

Dia pun heran, dan berharap seharusnya DPR sebagai wakil rakyat harus berani memberikan contoh yang baik bagi masyarakat yang diwakilinya, bukan malah berlindung dibalik kuasa Presiden.

"Sebenarnya, konsep dari permohonan tersebut adalah perbedaan perlakuan terhadap DPR dan Masyarakat biasa. Ini diskriminasi namanya. Warga yang terlibat kasus tidak perlu izin presiden sementara DPR harus izin dulu," kata Yunus.

Sebelumnya, MK memutuskan penegak hukum harus mendapatkan izin presiden jika ingin memeriksa anggota DPR, MPR, dan DPD. Hakim Konstitusi menyatakan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.

Mahkamah juga memutuskan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 224 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.

Hakim Wahiduddin Adams mengatakan putusan ini bukan hal baru. Pasalnya pemberian persetujuan dari presiden sebelumnya sudah diatur dalam Undang-Undang MK, Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan, dan Undang-Undang Mahkamah Agung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI