Suara.com - Pengacara yang kini menjadi anggota DPR dari Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul turut berduka cita atas wafatnya pengacara senior Adnan Buyung Nasution, Rabu (23/9/2015).
"Aku ucapkan ucapkan duka cita, dan aku sangat sedih, walau beliau berseberangan dengan aku. Tetapi dia adalah teman karena aku bukan murid dia, tapi beliau senior aku. Dan, untuk keluarga semoga tabah," ujar Ruhut di DPR.
Anggota komisi bidang hukum DPR ini punya banyak cerita tentang Buyung.
Ruhut beberapakali bekerjasama dengan Buyung, salah satunya ketika menangani masalah TNI dan pelanggaran HAM di Timor Timur. Waktu itu, kata Ruhut, rombongan akan berangkat ke Dili, Ibu Kota Timor Timur. Demi alasan keamanan, rombongan mendarat di Atambua, NTT, lalu melanjutkan perjalanan ke Dili lewat jalur darat.
Begitu turun dari helikopter di Atambua, mereka langsung disambut para pengungsi. Namun, yang dielu-elukan pengungsi ketika itu adalah Ruhut Sitompul, bukan Buyung.
"Bang buyung bisik-bisik sama aku. 'Dek kau terkenal kali rupanya, aku dengar kau bintang film, ajak-ajak abanglah.' Itu yang nggak bisa aku lupa kata-kata dia," ujar Ruhut.
"Aku kaget, kubilang nantilah abang kebetulan dulu aku lawyer dan juga pembalap. Dia juga bilang, 'ajak-ajaklah aku ingin lihat balap," katanya.
Selama bekerjasama, Ruhut mengakui semangat kerja Buyung sangat keras dan tidak kenal waktu.
"Dia kalau kerja itu pakai pakaian dalam saja pakai kolor saja sampai tengah malam itu. Memang dia pekerja keras, yang aku nggak bisa lupa itu," ujar dia.
Ruhut mengakui memang dalam sejumlah hal berseberangan dengan Buyung, tapi sebenarnya hubungannya dengan Buyung baik-baik saja.
"Tapi karena aku lebih muda, dia merasa kadang-kadang, kan semua LBH sangat patuh dengan dia. Kalau aku, aku kan siapa saja aku kritik itulah aku," ujar dia.
Cerita lain lagi ketika Ruhut bersama Buyung menangani kasus di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk membela Anwar Ibrahim. Saat itu, sejumlah pengacara dari berbagai negara turut serta menangani kasus yang berproses di medio tahun 2000-an.
"Tapi tahunya, namanya Malaysia negara Islam yang sangat keras. Kita tidak boleh masuk sidang pengadilan. Nggak bisa masuk. Mereka tertutup sekali, dan nggak ada lawyer yang bisa masuk," ujar dia.
Tapi, banyak lawyer yang memaksa masuk, bahkan sampai terjadi keributan hingga kendaraan taktis dan otoritas keamanan setempat turun tangan.
Saat peristiwa itu, Ruhut mendapat durian jatuh. Dia tidak sengaja menemukan name tag seorang polisi yang belakangan diketahui ternyata kepala kepolisian di Malaysia. Dia pun mengembalikan name tag itu dan berbincang dengan kepala polisi.
"Waktu sidang berjalan dia berjaga, saya kembalikan name tag itu. Dia tanya saya dari mana. Saya bilang dari Jakarta, dia nggak tahu saya lawyer internasional. Terus saya tanya, boleh masuk? Oh boleh-boleh' kata dia. Masuklah aku, aku ngobrol sama Anwar Ibrahim," ujar dia.
Ruhut bilang saat itu Buyung belum hadir di lokasi. Keesokan harinya, Ruhut mengajak Buyung masuk pengadilan juga, tetapi dengan syarat. Namun, Buyung menolak.
"Saya bilang, 'bang aku bisa masuk, aku bisa masukin abang, kubilang saja, abang jadi kakek aku.' Dia bilang, 'Ah kau, nggak aku bisa masuk sendiri.' Ternyata dia nggak bisa masuk," kata Ruhut.
Karena tidak bisa masuk, Buyung pun mengajak Ruhut ke Mahkamah Agung Malaysia untuk melayangkan nota protes keesokan harinya. Namun, Ruhut menolak karena Ruhut merasa bisa masuk ke dalam ruang persidangan.
Saat malam, tersiar berita Perdana Menteri Malaysia, saat itu Mahatir Muhammad, meminta supaya lawyer Indonesia jangan bikin onar di Malaysia. Nama Buyung pun disebut dalam berita.
Saat pagi harinya, Ruhut kaget ketika menerima telepon dari Buyung. Buyung minta Ruhut pulang ke Jakarta karena berita semalam.
"Besok paginya, Bang buyung telfon. 'Dek kamu dimana, abang sudah di dalam pesawat kau cari jalan pulang'," kata Ruhut.