Suara.com - Sebagian umat Muslim dari Muhammadiyah merayakan Idul Adha hari ini, Rabu 23 September 2015. Seperti di sejumlah wilayah Ibu Kota dan sebagian wilayah Indonesia sejak semalam terdengar kumandang takbir. Namun sebagian umat muslim lainnya, hari ini melaksanakan puasa arafah, dan akan merayakan Idul Adha Kamis, 24 September 2015 seperti yang diputuskan pemerintah melalui Departemen Agama.
Menanggapi perbedaan ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan perbedaan disebabkan tidak ada ketentuan baku di kalender hijriyah, berbeda dengan masehi yang mempunyai kalender baku setiap tahunnya. “Islam belum mempunyai kalender baku yang bisa digunakan secara global, yang disepakati semua pihak. Kalender hijriyah internasional butuh kesepakatan bersama, negara-negara Islam atau negara berpenduduk mayoritas muslim. Ini yang membuat berbeda,” kata Haedar Nashir.
Akibatnya, perayaan Idul Adha di berbagai negara berbeda, meski Arab Saudi merayakan Idul Adha hari ini. Lalu apa dasar perhitungan yang digunakan Muhammadiyah untuk menentukan Hari Raya Idul Adha hari ini?
BACA JUGA:
Untuk Pertama Kalinya Sekolah di New York Libur di Hari Idul Adha
Seperti dikutip dari situs Muhammadiyah, penetapan 1 Zulhijah 1436 hijriyah berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang jadi pedoman Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam penjelasannya, waktu ijtimak jelang Zulhijah 1436 terjadi pada Minggu, 13 September 2015 pukul 13.43 WIB. Tinggi bulan pada saat matahari terbenan di Yogyakarta menyatakan bulan sudah wujud (tampak). Dan pada saat matahari terbenam, sebagian wilayah barat Indonesia bulan sudah tampak dan di sebagian wilayah timur Indonesia belum tampak. Dengan demikian, garis batas wujudul hilal melewati wilayah Indonesia dan membagi wilayah menjadi dua bagian.
Berdasarkan hasil hisab tersebut, PP Muhammadiyah menetapkan tanggal 1 Zulhijah jatuh pada Senin 14 September 2015, hari arafah atau 9 Zulhijah pada Selasa 22 September dan Idul Adha, 10 Zulhijah pada Rabu 23 September 2015.
Mengapa penentuan perayaan Idul Adha, 1 Syawal dan Idul Fitri berbeda dengan pemerintah? Alasan yang disampaikan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah karena alasan sangat mendasar. Muhammadiyah menggunakan metode hisab dalam menentukan perayaan Idul Adha maupun Idul Fitri, sementara pemerintah atau pihak lain menggunakan sistem rukyat atau fisik yang kasat mata.
Muhammadiyah tidak menggunakan sistem rukyat dengan beberapa alasan. Antara lain, rukyat tidak dapat meramalkan tanggal jauh ke depan karena baru bisa diketahui pada hari H-1, dengan cara melihat langsung datangnya wujud bulan, sementara kalender mengendaki penjadwalan tanggal sekurangnya satu tahun ke depan agar bisa membuat rencana jauh hari. Rukyat atau fisik ini dinilai Muhammadiyah terbatas cakupannya di muka bumi, pada hari pertama visibilitas di mana rukyat tidak mencakup seluruh muka bumi sehingga akan membelahkanya menjadi bagian yang sudah dapat melihat bulan sementara di bagian lain belum melihat, yang akhirnya menimbulkan perbedaan jatuhnya tanggal.
Rukyat dinilai Muhammadiyah juga tidak dapat memberikan kepastian karena sangat ditentukan oleh sejumlah faktor, seperti geometris, faktor atmosferik, fisiologi dan faktor psikologis. Masih menurut Muhammadiyah, hal ini dapat menimbulkan problem berbedanya penentuan hari arafah antara Mekah tempat dilaksanakannya wukuf di Padang Arafah dengan tempat lain yang jauh seperti Indonesia sehingga menimbulkan masalah waktu pelaksanaan puasa arafah. Menurut Muhammadiyah, rukyat juga tidak dapat ditransfer ke arah timur lebih dari sembilan atau sepuluh jam karena kawasan dunia di sebelah timur sudah memasuki pagi hari.