Suara.com - Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Pius Ginting mendesak, perusahaan perkebunan sawit ha ikut bertanggungjawab dalam penanganan kebakaran hutan di Riau.
Menurut aturan, kata Pius, perusahan Sawit harus menyiapkan sarana dan prasarana bila kebakaran hutan terjadi. Baik di dalam perusahaan atau di sekitarnya.
"Hampir semua perusahaan di Riau tidak semuanya bisa punya sarana dan prasarana untuk mengatasi kebakaran," kata Pius, dalam sebuah diskusi Kawasan di Cikini, Menteng, Jakarta, Minggu (20/9/2015).
Dia menambahkan, masalah kebakaran hutan ini tidak harus ditangani sendiri oleh pemerintah, baik pusat atau daerah. Perusahaan sawit pun, harus membantunya.
"Kita tidak ingin menggunakan APBD dan APBN untuk mengatasi kebakaran ini. Harusnya saling membantu untuk masalah ini," ujar dia.
Pius juga menyinggung perusahaan juga tidak rugi akibat kebakaran ini. Dia beralasan, biaya membuka lahan baru memang lebih mudah dengan cara dibakar. Apalagi, bila lahan itu diasuransikan.
"(Membakar) itu akan lebih murah dari pada tidak dibakar," katanya.
Sementara itu, dalam UU nomor 32/2009, masyarakat tradisional juga diperbolehkan membuka lahan dengan cara membakar.
Seperti diberitakan sebelumnya, hingga kini Polri sudah menetapkan tujuh perusahaan perkebunan menjadi tersangka kasus pembakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Satu dari tujuh perusahaan tersebut sekarang ditangani Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri.
"Tujuh perusahaan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Satu ditangani Bareskrim, satu di Polda Sumatera Selatan, dua di Polda Riau dan tiga di Polda Kalimantan Tengah," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Suharsono di Mabes Polri, Kamis (17/9/2015).
Tujuh perusahaan tersebut yaitu PT. BMH, PT. RPP dan PT. RPS, beroperasi di Sumatera. Kemudian perusahaan yang beroperasi di Riau yaitu PT. LIH. Sementara yang beroperasi di Kalimantan Tengah yaitu PT. GAP, PT. NBA, dan PT. ASP.