Pembantaian Sadis Sekeluarga di Papua, Polisi Harus Usut Tuntas

Jum'at, 18 September 2015 | 19:20 WIB
Pembantaian Sadis Sekeluarga di Papua, Polisi Harus Usut Tuntas
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait (kiri). [Antara/Rudi Mulya]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mendesak Badan Reserse Kriminal Polri mengusut tuntas kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap ibu hamil dan dua anaknya di Teluk Bintuni, Papua Barat.

‎"Kami minta dukungan dari Kabareskrim, tadi diterima dengan baik. Saya sampaikan kronologis peristiwa pembantaian satu keluarga dimana seorang Ibu dan tiga anaknya satu dalam kandungan, kemudian usia enam tahun dan dua tahun mengalami pembantaian sadis dan diluar akal sehat," kata Arist usai menemui Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Anang Iskandar di Mabes Polri, Jumat (18/9/2015) sore.

‎Arist menjelaskan kasus tersebut terjadi pada 26 Agustus 2015. Korbannya terdiri dari Frelly Dian Sari (35), Putri Natalia (7), dan Andika (2).

Menurut informasi yang didapatkan Komnas PA, sebelum kejadian, Frelly yang tengah hamil empat berada di rumahnya bersama dua anak. Yulius Hermanto, suami Frelly yang berprofesi sebagai kepala sekolah, ketika itu, tengah pergi untuk mengantar guru honorer ke daerah Yensey. Dia pergi sehari sebelum istri dan anaknya dibantai.

Saat ditemukan warga pada tanggal 27, kondisi ketiga korban sangat mengenaskan, antara lain bagian vital tubuh Frelly disayat hingga ke pusar.

"Diduga korban diperkosa sebelum dibunuh," katanya.

Di sekujur tubuh kedua anak Frelly juga terdapat bekas luka sayatan benda tajam.

"Hasil visumnya sudah ada dan bekas senjata tajam. Bahkan kepala anak itu hampir putus," kata Arist.

Dari olah TKP, polisi menemukan sarung parang di lokasi kejadian.

Tersangka pembunuh dan pemerkosa diduga oknum TNI berinisial ST. Sejumlah saksi telah dimintai keterangan oleh penyidik Polres Teluk Bintuni.

Polres Teluk Bintuni, kata Arist, pun telah menyerahkan berkas penyelidikan terhadap tersangka ST kepada Datasemen Polisi Militer Teluk Bintuni, Papua Barat. Namun, kata Arist, Denpom belum mau menerima perkara, akibatnya masyarakat tidak puas dan memicu kemarahan hingga menimbulkan situasi tak kondusif di Teluk Bintuni.

‎"ST sudah diserahkan ke Denpom di sana, tapi Denpom di sana belum mau terima. Padahal itu mekanismenya begitu bila pelaku oknum TNI," katanya.

Arist dan Anang Iskandar rencananya pada awal pekan depan akan berangkat ke Teluk Bintuni dan berkoordinasi dengan Kapolda Papua Barat untuk menangani kasus tersebut.

"Hari Senin (pekan depan) saya dan Pak Anang akan terbang ke Papua Barat berkoordinasi dengan Kapolda di sana lalu bersama-sama akan ke Bintuni untuk menenangkan masyarakat. Karena masyarakat di sana merasa tidak ada keadilan, mereka berpikir kok sudah ada tersangka tapi belum ditangkap-tangkap," katanya.

Sebelum berangkat ke Papua Barat, Arist akan bertemu Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menyerahkan berkas perkara kasus pembantaian dan pemerkosaan yang diduga dilakukan oknum TNI.

"Dalam waktu dekat kami akan bertemu Panglima TNI untuk menyerahkan berkas-berkas untuk ditindaklanjuti oleh Denpom," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI