Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi masih mengusut dugaan suap DPRD Musi Banyuasin dengan tersangka Bupati Pahri Azhari dan istri Lucianty. Untuk mendalaminya, KPK memanggil anggota DPRD Musi Banyuasin Marzuki.
"Dia dipanggil untuk tersangka PA dan L," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan masyarakat KPK Yuyuk Andriati, Kamis (17/2015).
Untuk diketahui, Marzuki tercatat sebagai politikus Partai Golkar dan kini berada di Komisi III DPRD Musi Banyuasin. Pada Senin, 6 Juli 2015, lalu, dia pernah dipanggil penyidik KPK.
Dalam pemanggilan kali ini, dia diduga kuat akan diperiksa terkait aliran dana suap yang diterima wakil rakyat dari pemerintah kabupaten.
Kasus tersebut mulai terbuka setelah satgas KPK menangkap anggota DPRD Musi Banyuasin dari Fraksi PDI Perjuangan Bambang Karyanto, anggota DPRD dari Fraksi Gerinda Adam Munandar, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Syamsudin Fei, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Fasyar pada Jumat 19 Juni 2015.
Saat menangkap keempat orang itu, penyidik menemukan uang tunai sekitar Rp2,5 miliar dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu dalam tas merah marun yang diduga uang suap.
Uang itu diduga merupakan suap untuk anggota DPRD dalam pembahasan RAPBD 2015.
Menurut informasi, uang dikumpulkan secara patungan oleh beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Mereka yang diduga ikut urunan: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga sebesar Rp2 miliar, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya sebesar Rp500 juta, Dispora dan Pariwisata sebesar Rp35 juta, dan Kadinas Pendidikan Nasional sebesar Rp25 juta.
Dana sebesar Rp2,5 miliar merupakan cicilan untuk membayar komitmen dari Rp17 miliar yang diminta DPRD untuk pembahasan LKPJ. Awalnya, permintaan komitmen DPRD sebesar Rp20 miliar atau satu persen dari nilai belanja pemerintah kabupaten sebesar Rp2 triliun.
Uang dari SKPD itu merupakan pemberian yang kedua. Sebelumnya, sudah ada pemberian Rp2,6 miliar dan Rp200 juta. Dana Rp2,6 miliar menjadi down payment dari komitmen suap Rp17 miliar untuk pembahasan APBD 2015. Sementara, Rp200 juta untuk 'ketok palu' pengesahan APBD 2015 yang disebut-sebut berasal dari sebuah pom bensin di Palembang, Sumatera Selatan.
Uang muka itu diduga berasal dari kocek pribadi istri Pahri, Lucianty Pahri. Pasangan suami istri ini sama-sama politikus asal Partai Amanat Nasional.
Uang muka diperkirakan sudah mengalir ke anggota DPRD sekitar Februari lalu. Sebanyak 33 anggota diduga menerima masing-masing sebesar Rp50 juta, delapan ketua fraksi masing-masing sebesar Rp75 juta, dan empat pimpinan masing-masing sebesar Rp100 juta.
Pahri dan Lucianty ditetapkan menjadi tersangka pada14 Agustus 2015.
"Dia dipanggil untuk tersangka PA dan L," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan masyarakat KPK Yuyuk Andriati, Kamis (17/2015).
Untuk diketahui, Marzuki tercatat sebagai politikus Partai Golkar dan kini berada di Komisi III DPRD Musi Banyuasin. Pada Senin, 6 Juli 2015, lalu, dia pernah dipanggil penyidik KPK.
Dalam pemanggilan kali ini, dia diduga kuat akan diperiksa terkait aliran dana suap yang diterima wakil rakyat dari pemerintah kabupaten.
Kasus tersebut mulai terbuka setelah satgas KPK menangkap anggota DPRD Musi Banyuasin dari Fraksi PDI Perjuangan Bambang Karyanto, anggota DPRD dari Fraksi Gerinda Adam Munandar, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Syamsudin Fei, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Fasyar pada Jumat 19 Juni 2015.
Saat menangkap keempat orang itu, penyidik menemukan uang tunai sekitar Rp2,5 miliar dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu dalam tas merah marun yang diduga uang suap.
Uang itu diduga merupakan suap untuk anggota DPRD dalam pembahasan RAPBD 2015.
Menurut informasi, uang dikumpulkan secara patungan oleh beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Mereka yang diduga ikut urunan: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga sebesar Rp2 miliar, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya sebesar Rp500 juta, Dispora dan Pariwisata sebesar Rp35 juta, dan Kadinas Pendidikan Nasional sebesar Rp25 juta.
Dana sebesar Rp2,5 miliar merupakan cicilan untuk membayar komitmen dari Rp17 miliar yang diminta DPRD untuk pembahasan LKPJ. Awalnya, permintaan komitmen DPRD sebesar Rp20 miliar atau satu persen dari nilai belanja pemerintah kabupaten sebesar Rp2 triliun.
Uang dari SKPD itu merupakan pemberian yang kedua. Sebelumnya, sudah ada pemberian Rp2,6 miliar dan Rp200 juta. Dana Rp2,6 miliar menjadi down payment dari komitmen suap Rp17 miliar untuk pembahasan APBD 2015. Sementara, Rp200 juta untuk 'ketok palu' pengesahan APBD 2015 yang disebut-sebut berasal dari sebuah pom bensin di Palembang, Sumatera Selatan.
Uang muka itu diduga berasal dari kocek pribadi istri Pahri, Lucianty Pahri. Pasangan suami istri ini sama-sama politikus asal Partai Amanat Nasional.
Uang muka diperkirakan sudah mengalir ke anggota DPRD sekitar Februari lalu. Sebanyak 33 anggota diduga menerima masing-masing sebesar Rp50 juta, delapan ketua fraksi masing-masing sebesar Rp75 juta, dan empat pimpinan masing-masing sebesar Rp100 juta.
Pahri dan Lucianty ditetapkan menjadi tersangka pada14 Agustus 2015.
Dalam pengembangan, empat pimpinan DPRD dijadikan tersangka pada 21 Agustus 2015. Mereka adalah Ketua DPRD Riamon Iskandar, serta tiga wakil: Darwin A. H., Islan Hanura, dan Aidil Fitri.