Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan investasi kereta cepat memerlukan penghitungan yang tepat dan pemerintah masih menunggu investor yang mampu.
"Kalau ada yang berinvestasi apapun akan saya berikan silahkan, misalkan kereta cepat, siapa bilang dicancel," kata Presiden saat bertemu dengan masyarakat Indonesia yang tinggal di Qatar, di Kedutaan Besar RI di Doha, Senin (14/9/2015) malam waktu setempat.
Presiden mengatakan kebutuhan pembangunan kereta cepat mencapai Rp70 sampai 80 triliun. Angka yang sangat besar ini membuat pemerintah memilih proyek tersebut ditangani secara business to business.
"Kalau dari APBN Rp70-80 triliun lebih baik buat waduk kalau investor mau silahkan tapi berikan hitungan yang benar, misalkan berapa investasinya, dijoin dengan BUMN mau tidak, peralatannya pakai dalam negeri atau bawa dari sana. Tiket bisa naik atau tidak, kalau 'clear' silahkan, hitungan harus dijelaskan," kata Presiden.
Pemerintah telah memutuskan terkait pembangunan kereta cepat, ada tiga poin yang ditekankan yaitu tidak menggunakan APBN, tidak menggunakan jaminan negara dan yang ketiga adalah jenis kerjasama bisnis to bisnis.
"Saya menunggu hitung-hitungannya kalau pas silahkan jalan, bukan dibatalkan, siapa yang bilang dibatalkan," tegas Presiden.
Presiden menambahkan terkait masalah ini pemerintah tidak mau didikte oleh investor. Menurutnya ada alternatif yang perlu diperhitungkan seperti misalnya, kereta api 350 km per jam atau 250 km per jam berapa, hitungan politik dan jangka panjang pola ekonomi dan sistem yang lainnya. (Antara)
Soal Kereta Cepat Presiden Tegaskan Pemerintah Tak Mau Didikte
Esti Utami Suara.Com
Selasa, 15 September 2015 | 03:51 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Siapa yang Tanggung Jawab? Kementerian BUMN dan KCIC Saling Bantah Soal Kerugian WIKA di Proyek Kereta Cepat
17 Juli 2024 | 08:47 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI