Tanah Keraton yang dipinjampakaikan kepada Eka Aryawan seluas 73 meter persegi. Dari total luas tanah itu, kelima pedagang dituduh memakai lahan seluas 28 meter persegi.
Secara terpisah, Keraton Yogyakarta yang diwakili tim hukum mengakui telah memberikan surat kekancingan kepada Eka Aryawan.
"Benar Keraton memberikan kekancingan pada Pak Eka, beliau mengajukan sejak tahun 2010 dan surat kekancingannya baru dikeluarkan tahun 2011 sebelum moratorium pemberian kekancingan," ujar Kanjeng Raden Tumenggung Nitinegoro.
Nitinegoro menambahkan pemberian kekancingan seluas 73 meter tersebut lantaran tanah tersebut akan digunakan sebagai akses jalan.
"Tanah yang diberikan kekancingan itu karena dibelakangnya ada tanah milik Pak Eka yang akan dibangun, jadi Pak Eka mengajukan kekancingan tanah di depannya untuk akses jalan," kata Nitinegoro.
Nitinegoro menambahkan pemberian surat kekancingan atas sebidang tanah tidak dapat diberikan pada dua orang sehingga siapa yang lebih dahulu mengajukan surat kekancingan akan diproses lebih dahulu.
Nitinegoro juga mengatakan surat berbahasa Belanda yang dimiliki oleh para pedagang kaki lima sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan dalam surat tersebut ternyata isinya hanya menegaskan bahwa tanah milik Keraton Yogyakarta.
"Ternyata surat yang berbahasa Belanda tahun 32 itu hanya menjelaskan kalau tanah itu punya Keraton dan bukan menjelaskan tentang pemberian ijin," kata Nitinegoro.
Tapi agar persoalan menjadi lebih jelas, Keraton Yogyakarta berencana meminta klarifikasi kepada Eka Aryawan.
"Karena kasusnya sudah masuk ranah peradilan, jadi ini bukan wewenang Keraton untuk mediasi karena nanti di Pengadilan kan akan ada mediasi juga tapi ini tanggung jawab moral dari Keraton jadi akan kami mintai klarifikasi," kata Nitinegoro. (Wita Ayodhyaputri)