Digugat Rp1 M, Lima Pedagang Topo Pepe di Depan Keraton Yogya

Siswanto Suara.Com
Minggu, 13 September 2015 | 16:35 WIB
Digugat Rp1 M, Lima Pedagang Topo Pepe di Depan Keraton Yogya
Lima PKL yang digugat Rp1 miliar oleh pengusaha Eka Aryawan topo pepe di depan Keraton Yogyakarta, Minggu (13/9/2015) [suara.com/Wita Ayodhyaputri]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lima pedagang kaki lima yang digugat Rp1  miliar oleh pengusaha Eka Aryawan hari ini, Minggu (13/9/2015), melakukan topo pepe di depan Keraton Yogyakarta.

Agung, salah seorang pedagang kaki lima yang ikut dalam aksi, mengatakan tujuan topo pepe agar Keraton mau mendengar keluh kesahnya dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan tempat berjualan.

"Jadi hari ini dengan menggunakan pakaian Jawa lengkap kami jalan dari tempat jualan kami sampai ke depan Keraton, kami berharap pihak Keraton bisa meminta pada Pak Eka agar mencabut tuntutannya, atau kalau tidak ya pihak Keraton mencabut surat kekancingan yang sudah diberikan kepada Pak Eka karena surat tersebut disalahgunakan untuk menggusur kami, pedagang kecil," kata Agung.

Agung dan empat pedagang ingin meminta keadilan dari Keraton yang telah mengeluarkan surat kekancingan terhadap pengusaha Eka.

Topo pepe pada jaman dulu dipakai sebagai bentuk penyampaian aspirasi warga biasa kepada Keraton. Ketika terkena masalah, mereka topo pepe untuk meminta keadilan Sultan atau Raja Yogyakarta. Topo Pepe, dulu juga dipakai untuk aksi protes atas kebijakan penguasa yang merugikan rakyat kecil.

Tapi, sejak topo pepe siang tadi hingga sore hari ini, Keraton sama sekali belum merespon aksi kelima pedagang.

Agung dan teman-temannya yang sudah berpuluh-puluh tahun menempati tanah di Jalan Brigjen Katamso, merasa tidak salah. Mereka memiliki surat asli yang dikeluarkan pada jaman Belanda. Surat tersebut mengijinkan mereka untuk berjualan di lokasi tersebut.

"Ini memang tanah Keraton dari selatan sampai lampu merah, tapi waktu dulu dilakukan pengukuran ulang tanah yang kami gunakan berjualan tidak masuk dalam tanah yang kekancingannya diterima Pak Eka jadi seharusnya tidak ada masalah, kami juga punya surat dari jaman Belanda pakai bahasa Belanda karena tanah yang kami pakai ini sudah turun temurun," kata Agung.

Sampai akhirnya pada 20 Agustus 2015, dia mendapat surat dari petugas Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta yang berisi gugatan karena menempati tanah tanpa izin.

Pengusaha bernama Eka menggugat mereka sebesar Rp1  miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI