Suara.com - Pakar komunikasi politik Lely Arrianie mengatakan, mencuatnya kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane di PT Pelindo II dan kasus dugaan korupsi dwelling time sesungguhnya berpangkal dari Presiden Joko Widodo. Lely menilai, kunjungan Jokowi ke Pelabuhan Tanjung Priok beberapa waktu lalu memicu kehebohan yang terjadi saat ini.
Kata dia, berawal dari kemarahan sang Presiden terhadap lamanya waktu bongkar muat barang di pelabuhan, semua pihak mulai cari strategi untuk mencari panggung politik, termasuk DPR yang langsung mewacanakan pembentukan panitia khusus (pansus).
"Pak Lino menelepon Menteri, kemudian DPR membentuk pansus, sebenarnya ini saat keduanya ingin mencari momen untuk clearing, untuk menunjukkan siapa yang lebih dekat dengan pengambil kebijakan," kata Lely dalam diskusi 'Pelindo dibongkar siapa disasar' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/9/2015).
Dia melihat DPR dalam kasus Pelindo II ini layaknya seorang pemuda yang lagi jatuh cinta, cepat cemburu, cepat curiga. Sehingga apa yang dilakukan oleh pihak pelabuhan, seolah-olah itu salah.
Sementara itu, aksi Direktur utama Pelindo II yang langsung menelpon Kepala Bappenas, Sofyan Djalil pada saat dilakukan penggeledahan oleh Penyidik Bareskrim Mabes Polri, dinilai sebagai langkah untuk membuktikan bahwa dirinya punya kuasa.
"Apa yang dilakukan Lino ini sebagai ajang clearing, untuk menunjukkan kedekatanya dengan penguasa, dan ia berhasil, Buwas pun akhirnya turun. Apa yang terjadi sekarang memang menunjukkan hal itu, inilah bising-bising komunikasi pemerintah," katanya.
Karena itu, dia menyimpulkan bahwa ujung pangkal dari peliknya masalah dalam kasus Pelindo II ini adalah Jokowi sendiri. Namun, menurutnya, apa yang dilakukan oleh DPR dengan membentuk Pansus adalah sebuah model komunikasi politik.
"Semua orang mencari panggung untuk menafsirkan keinginan pak Jokowi ini dan mencari solusi. Ini adalah model-model komunikasi politik para penguasa,” tutup Lely.