Suara.com - Tersangka kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan, Evy Susanti tidak mau berbicara terkait kasus dugaan suap pembatalan penyampaian hak interpelasi atau hak bertanya oleh anggota DPRD kepada Gubermur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Istri muda Gatot tersebut menyerahkan masalah tersebut kepada suaminya.
"Jangan interpelasi lah, tidak mau saya. Interpelasi itu tanya ke bapak saja," kata Evy usai diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (11/9/2015).
Menurut mantan anak buah pengacara Otto Cornelis Kaligis tersebut, dirinya memang tahu terkait kasus tersebut. Namun, hal itu diketahuinya bukan karena dirinya mengetahui saat terjadinya hak tersebut, melainkan karena adanya pemberitaan di media.
"Saya tahu lewat pemberitaan saja, tak tahu yang dimaksud interpelasi itu apa," kata Evy.
Sementara terkait kasus yang menjeratnya dan suami, Evy berharap agar kasus suap PTUN tersebut segera tuntas. Dia pun memastikan bahwa berkas kasus tersebut kemungkinan besar akan segera dilimpahkan dalam waktu dekat. Pasalnya, proses pemberkasan di KPK tinggal dua kali pemeriksaan lagi akan berakhir.
"Mudah-mudahan cepet selesai, saya mau kooperatif pokoknya sama KPK. Mungkin dua kali pemeriksaan lagi, sudah beres semua," kata Evy.
Sementara itu dalam waktu dekat, penyidik KPK akan memanggil beberapa Ketua Fraksi di DPRD Sumatera Utara untuk dimintai keterangan.
"Sedang dikumpulkan, pengumpulan bahan keterangan," kata Johan di KPK, Jumat Siang.
Lelaki yang juga calon pimpinan KPK itu menegaskan penyidik KPK belum mengetahui jumlah suap dalam kasus yang dikembangkan dari kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan.
"Masih mengumpulkan alat bukti. Penyidik merasa belum perlu mengeluarkan SPDP (Surat Perintah Dimulai Penyidikan)," tegasnya.
Kasus ini berawal dari DPRD Sumut yang batal menggunakan hak interpelasi kepada Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho. Keputusan dilakukan melalui pemungutan suara dalam rapat paripurna DPRD Sumut.
Pada rapat, ada empat hal yang dibahas dalam upaya penggunaan hak interpelasi tersebut. Mereka adalah pengelola keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sebagai kepala daerah.
Dalam pengambilan keputusan ada 88 anggota DPRD Sumut yang turut hadir. Di mana 52 orang menolak penggunaan hak tersebut sedangkan 35 orang menyatakan setuju dan satu orang abstain.
Salah satu hal yang difokuskan penyelidik KPK adalah adanya dugaan bagi-bagi uang yang dilakukan Gatot kepada para anggota DPRD. Uang disebar, agar DPRD mengurungkan niatnya untuk menggulirkan hak interpelasi.