Kasus ini berawal dari DPRD Sumut yang batal menggunakan hak interpelasi kepada Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho. Keputusan dilakukan melalui pemungutan suara dalam rapat paripurna DPRD Sumut.
Pada rapat, ada empat hal yang dibahas dalam upaya penggunaan hak interpelasi tersebut. Mereka adalah pengelola keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut nomor 10 tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sebagai kepala daerah.
Dalam pengambilan keputusan ada 88 anggota DPRD Sumut yang turut hadir. Di mana 52 orang menolak penggunaan hak tersebut sedangkan 35 orang menyatakan setuju dan satu orang abstain.
Salah satu hal yang difokuskan penyelidik KPK adalah adanya dugaan bagi-bagi uang yang dilakukan Gatot kepada para anggota DPRD. Uang disebar, agar DPRD mengurungkan niatnya untuk menggulirkan hak interpelasi.