Ikhwan Sapta Nugraha menilai sebenarnya sudah ada kejanggalan sejak tahun 2011. Sebab secara tiba-tiba, muncul sertifikat Kekancingan Magersari dari Keraton Yogyakarta untuk Eka.
Padahal, menurut Ikhwan Sapta Nugraha, sebelumnya tidak pernah ada orang yang mengklaim atau menginformasikan jika tanah tersebut milik Keraton Yogyakarta.
"Seharusnya kan dilihat dulu sebelum mengeluarkan kekancingan. Siapa yang menempati tanah itu, lalu kenapa kok tiba-tiba saja muncul surat tersebut," ujar Ikhwan Sapta Nugraha.
Ikhwan Sapta Nugraha menambahkan jika memang tanah yang ditempati sebagai lokasi usaha Budiono adalah tanah Magersari, mengapa Budiono setiap tahun membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) kepada pemerintah. Sebab jika itu milik Keraton, kata dia, seharusnya tidak membayar PBB, tapi cukup sewa pinjam ke Keraton.
"Klien kami ini kan juga merasa punya hak, sebab klien kami punya surat resmi dari zaman pemerintahan Belanda tahun 1933 silam," kata Ikhwan Sapta Nugraha.
Menurut Ikhwan Sapta Nugraha seharusnya jika tanah tersebut benar tanah Magersari, seharusnya Budiono yang memiliki hak untuk mendapatkan Kekancingan karena sudah menempatinya lebih dari 20 tahun dan memegang surat izin dari zaman pemerintahan Belanda yang kembali disahkan oleh Kecamatan Gondomanan pada tahun 1967.
Budiono mengaku memang tidak pernah mengurus surat Kekancingan ke Keraton Yogyakarta karena merasa sudah memiliki surat dari zaman pemerintahan Belanda dan setiap tahun membayar PBB.
"Saya ini kan hanya orang kecil, nggak tahu masalah seperti ini, yang tahu masalah begitu kan orang-orang besar, kami tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa," kata Budiono. (Wita Ayodhyaputri)