Kisah Nurlela, Korban Kapal Tenggelam yang Tinggalkan Empat Anak

Siswanto Suara.Com
Selasa, 08 September 2015 | 12:00 WIB
Kisah Nurlela, Korban Kapal Tenggelam yang Tinggalkan Empat Anak
Nurlela, korban kapal tenggelam di perairan Sabak Bernam, Selangor, Malaysia, Selasa (8/9/2015) [suara.com/Alfiansyah Ocxie]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Satu dari dua puluh orang korban kapal tenggelam di kawasan perairan Sabak Bernam, Selangor, Malaysia, yang telah teridentifkasi adalah perempuan asal Provinsi Aceh.

Namanya Nurlela binti Abdul Wahab (41), warga Gampong Julok Sukon, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.

Menurut rencana, jenazah Nurlela dipulangkan ke kampung halaman hari ini, Selasa (8/9/2015). Sebelum ke Aceh, jenazah Nurlela terlebih dahulu diterbangkan menuju Jakarta.

"Kami ditelpon langsung dari KBRI Kuala Lumpur. Dari identitas dan data yang dikasih sesuai. Katanya besok (pemulangan jenazah), ke Jakarta dulu baru siap itu terbang lagi ke Aceh," kata kakak kandung Nurlela, Mariana, saat dikunjungi sejumlah wartawan di rumahnya di kawasan Lubok Sukon, Ingin Jaya, Aceh Besar.

Kata dia, informasi terkait meninggalnya Nurlela, mulanya ia ketahui setelah salah seorang teman menelpon langsung dari Malaysia. Dalam perbincangan dengan rekannya itu, didapat kabar bahwa Nurlela ikut pulang dengan menumpangi kapal naas tersebut lantaran paspornya ditahan oleh majikan.

"Karena tahu Nurlela ada di kapal itu, dia langsung menghubungi kami. Dia juga membantu memberikan data-data ke KBRI. Dan kemarin kami dihubungi langsung dari sana," ujarnya.

Menurut Mariana, Nurlela telah berada di Malaysia sejak Juli 2013 silam. Di sana, ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama satu tahun. Namun karena masa kerjanya selesai, Nurlela memutuskan untuk pulang ke Aceh sebelum kembali mendapatkan pekerjaan baru.

"Sempat pulang (ke Aceh). Baru pada November 2014 dia balik ke sana lagi dan kerja dengan majikan yang baru," katanya.

Namun malangnya, majikan yang ia dapat pada kesempatan kedua berperilaku kasar. Nurlela kerab dimarahi dan dibentak. Agar Nurlela tidak bisa kemana-mana, paspornya pun ikut ditahan. Selain itu, Nurlela juga tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah.

Soal kekejaman sang majikan itu, kata Mariana, sempat kembali diceritakan Nurlela, dua hari sebelum ia berangkat. Saat itu, Nurlela sempat menghubungi keluarganya di Aceh, untuk memberi kabar bahwa ia akan segera pulang.

REKOMENDASI

TERKINI