Jembatan Penyeberangan HI Ditutup Mau Dipakai Kapolda Metro

Selasa, 01 September 2015 | 10:42 WIB
Jembatan Penyeberangan HI Ditutup Mau Dipakai Kapolda Metro
Jembatan penyeberangan orang di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat [suara.com/Erick Tanjung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Menjelang semua buruh tumplek di Bundaran Hotel Indonesia, Selasa (1/9/2015), jembatan penyeberangan orang sekitar bundaran ditutup untuk umum. Warga yang hendak menyeberang dari Wisma Nusantara ke Hotel Grand Hyatt maupun sebaliknya terpaksa melintasi jalan protokol yang saat ini padat kendaraan.

‎Menurut pengamatan Suara.com, jembatan tersebut ditutup untuk dipakai petugas kepolisian memantau demonstrasi.

Di tempat ini pula, nanti Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian akan teleconference dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti terkait instruksi-instruksi khusus untuk menangani unjuk rasa.

"Jembatan penyeberangan ini memang sengaja ditutup untuk teleconference Kapolda dengan Kapolri untuk memantau pengamanan demo buruh," kata Kepala Pos Polisi Bundaran Hotel Indonesia Iptu Nengah Brata.

Kursi-kursi merah tertata rapi di sepanjang jembatan penyeberangan. Sejumlah bangku juga sudah disiapkan di sana.

Saat ini, sekitar seribu petugas keamanan dari kepolisian sudah bersiaga di sekitar Bundaran Hotel Indonesia.

Sebagian anggota polisi terlihat mengatur arus lalu lintas. Sebagian lagi mengarahkan bus-bus buruh yang baru datang untuk menuju ke kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat.
 
Terkait dengan demonstrasi hari ini, sebelumnya Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat menyatakan buruh tidak akan berbuat anarkis, apalagi kudeta terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Buruh, katanya, hanya meminta Presiden melindungi kepentingan masyarakat.

Suara.com - "Pemerintah harus memberikan perhatian kepada rakyat dengan cara melindungi setiap kepentingan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945," kata Mirah Sumirat melalui siaran pers.

Mirah mengatakan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi saat ini, akibat jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat hingga menembus Rp14.000 per dolar, pemerintah perlu memberikan jaminan ketersediaan lapangan pekerjaan dan pemenuhan hak dasar pekerja.

Karena itu, buruh melakukan aksi serentak di 20 provinsi supaya Presiden Jokowi segera mengambil sikap terhadap kesulitan yang dihadapi rakyat.

Dalam aksi, buruh menolak kebijakan pemerintah yang memudahkan pekerja asing masuk ke Indonesia dengan dihapusnya kewajiban menguasai Bahasa Indonesia.

"Penolakan itu dilakukan karena angka pengangguran serta pemutusan hubungan kerja di Indonesia masih tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran di Indonesia meningkat 300.000 orang, sehingga total mencapai 7,45 juta orang pada Februari 2015," katanya.

Menurut data yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri beberapa waktu lalu jumlah karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja pada 2015 sudah mencapai 26 ribu orang.

"Kondisi ini seharusnya disikapi pemerintah dengan lebih memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia, bukan malah memberikan karpet merah pada pekerja asing untuk mudah bekerja ke Indonesia," kata Mirah.

Mirah mengatakan pemerintah seharusnya tidak tunduk pada kekuatan pemodal asing, tetapi harus berani melindungi kepentingan rakyatnya sendiri.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat (2) sesungguhnya telah menegaskan kewajiban negara untuk menjamin hak warga negara Indonesia atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI