Suara.com - Bagi pemulung, sterilisasi pedagang kaki lima di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, adalah kerugian tersendiri. Mereka kehilangan pendapatan dari barang-barang bekas, seperti plastik.
"Nggak bagus mas nggak ada yang jualan, biasanya saya bisa dapat dua sampai tiga karung, sekarang cuma dapat dua kantong plastik kresek yang gede mas," kata Nudin (67) kepada Suara.com, Minggu (30/8/2015).
Pemulung asal Tapanuli, Sumatera Utara, yang sudah 40 tahun mencari nafkah di Jakarta ini kecewa dengan kebijakan Gubernur Jakarta.
Nudin mengatakan sehari biasanya bisa mendapatkan omset Rp60 ribu-Rp70 ribu, kini pendapatannya rata-rata hanya Rp30 ribu-Rp35 ribu.
Nudin mengatakan ketika masih banyak PKL, dia sering diminta tolong untuk belanja air mineral.
"Waktu masih ada yang dagang, biasanya saya sering diminta tolong buat beli Aqua satu dus, lumayan mas abis itu dikasih Rp20 ribu," katanya.
Tak hanya pemulung, pengunjung Monas bernama Noni (24) juga mengaku kehilangan PKL. Dia menjadi susah jajan.
"Biasanya kalau haus sama laper bisa langsung beli, sekarang jadi jauh banget buat belinya," kata Noni.
Sebenarnya PKL masih boleh jualan di kawasan destinasi wisata tersebut. Tapi, mereka dikumpulkan di khusus dalam program Lenggang Jakarta. Hanya pedagang-pedagang yang memenuhi syarat yang boleh ikut program Lenggang Jakarta. (Nur Habibie)