Berharap akan Adanya Kemajuan dari Dana Otsus Papua

Minggu, 30 Agustus 2015 | 09:11 WIB
Berharap akan Adanya Kemajuan dari Dana Otsus Papua
Ilustrasi warga perempuan Papua. (Antara/Dewi Fajriani)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Meskipun sudah ada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (termasuk Papua Barat), namun tingkat kemakmuran masyarakat di wilayah itu sejauh ini nyatanya belum sesuai harapan.

"Karena itu, berbagai pemangku kepentingan perlu meningkatkan efektivitas penggunaan dana otonomi khusus Papua tersebut," ungkap Ketua Komisi XI DPR RI, Fadel Muhammad, baru-baru ini.

Fadel menilai, dana otonomi khusus (otsus) untuk Papua dan Papua Barat itu hingga saat ini belum mampu meningkatkan kemakmuran masyarakat setempat, yang antara lain terlihat dari kualitas pembangunan manusia.

"Komitmen pemerintah memberikan perhatian total ke Papua dan Papua Barat adalah melaksanakan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua sebagaimana diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008," kata Fadel.

Dikatakan Fadel, pada tahun 2013, indeks pembangunan manusia (IPM) secara nasional mencapai 73,80 persen. Sementara kedua provinsi itu masih di bawah angka tersebut. Papua hanya berada pada angka IPM 66,23, dan Papua Barat 70,62.

Menurut Fadel, penyebab dana otsus tersebut belum mampu meningkatkan kualitas pembangunan manusia adalah karena alokasi dana yang kurang memperhatikan lokus (lokasi) dan fokus, sehingga tidak menghasilkan output dan outcome yang optimum. Faktor lain juga karena kualitas perencanaan pembangunan yang belum bagus, yang memunculkan persoalan dalam implementasi dan monitoring.

"Juga karena faktor geografis, ketersediaan infrastruktur, dan kualitas SDM aparatur," katanya.

Menurut Fadel lagi, integritas pejabat daerah juga perlu ditingkatkan kualitasnya. Dia mengingatkan bahwa pada tahun 2011 saja, terdapat 84 kasus pidana korupsi. Papua diakui memiliki ruang yang besar untuk terjadinya penyimpangan anggaran. Pengalaman menunjukkan, ada tiga kepala daerah di Papua yang harus berurusan dengan hukum.

Menurut Fadel, pemerintah pusat melalui Kemendagri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), terus berupaya membantu pemerintah daerah dalam hal akuntabilitas pengelolaan keuangan dan aset daerah serta pengadaaan barang di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Pemerintah Jokowi-JK pada APBN-P 2015 diketahui menetapkan besaran dana otsus Papua dan Papua Barat berjumlah Rp7,06 triliun. Disepakati, dana tersebut dibagi masing-masing untuk Papua 70 persen atau Rp4,94 triliun, dan 30 persen (Rp2,12 triliun) untuk Papua Barat.

Selain itu, ada dana tambahan otsus sebesar Rp3 triliun yang dibagi untuk dana tambahan infrastruktur Provinsi Papua Rp2,25 triliun dan Rp750 miliar bagi Papua Barat.

Sementara pada tahun anggaran 2016, pemerintah menaikkan alokasi dana otsus untuk dua provinsi itu menjadi Rp7,77 triliun (sebelumnya Rp7 triliun). Dana itu dibagi 70 persen atau Rp5,44 triliun untuk Papua, dan 30 persen atau Rp2,33 triliun bagi Papua Barat.

Pemerintah juga memberikan dana tambahan infrastruktur untuk dua provinsi itu Rp3,38 triliun. Jumlah itu dibagi masing-masing untuk Provinsi Papua Rp2,26 triliun dan Provinsi Papua Barat Rp1,11 triliun. Sebagai perbandingan, pada APBNP 2015, dana tambahan infrastruktur untuk Papua sebesar Rp2 triliun dan Papua Barat Rp500 miliar.

Sementara itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis mengatakan, pihaknya menyiapkan kebijakan pemeriksaan yang bisa mengukur pengelolaan dan alokasi belanja negara atau belanja daerah dalam upaya mencapai indikator-indikator kemakmuran rakyat. Indikator kemakmuran rakyat itu sendiri meliputi tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, IPM, dan Gini Ratio (indikator kesenjangan).

BPK menurut Harry, membuat kebijakan memprioritaskan pemeriksaan pada program atau bidang yang terkait dengan penciptaan lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, mengurangi pengangguran, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta lainnya yang langsung berkaitan dan dirasakan oleh masyarakat.

"Sudah sekitar 14 tahun pelaksanaan otsus Papua, dan terlihat ada perbaikan kesejahteraan di Papua. Indonesia merdeka 70 tahun lalu, harusnya sebagai bagian NKRI, sudah dimulai sebelumnya," kata Harry.

Sementara, Gubernur Papua Lukas Enembe menyebutkan, total dana otsus yang diterima provinsinya dalam periode 2002 hingga 2015 mencapai sebesar Rp42 triliun lebih. Sedangkan dana tambahan infrastruktur sebesar Rp10 triliun lebih untuk periode anggaran 2006-2015.

"Jadi, total dana selama 14 tahun yang diterima Provinsi Papua sebesar Rp52 triliun lebih," kata Lukas.

Sementara itu Gubernur Papua Barat, Abraham Octavianus Atururi mengatakan, otsus dirancang sebagai langkah awal untuk membangun kepercayaan masyarakat.

"Pemprov Papua Barat mengelola dana otsus sejak 2008, yang telah direalisasikan hingga 2014 mencapai sekitar Rp8,6 triliun, yang telah dimanfaatkan untuk rehabilitasi sarana kesehatan, kegiatan terkait ekonomi kerakyatan, pendidikan dan lainnya," katanya.

Terkait besarnya dana otsus yang disalurkan ke Papua dan Papua Barat itu, anggota Komisi IX DPR, Roberth Rouw, pun meminta pemerintah pusat untuk mengawasi secara intensif pengelolaan dan penggunaan dana tersebut.

"Penggunaan dana otonomi khusus oleh masing-masing kepala daerah di Papua dapat membuka peluang terjadinya korupsi," kata Roberth. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI