Suara.com - Bekas Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende menyinggung prosedur penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, undang-undang belum secara jelas mengatur kewenangan penyadapan. Terlebih, kata dia, saat ini banyak kalangan mempermasalahkannya.
"Waktu tahun 81 ketika KUHAP diberlakukan, ada kelemahan pasal dan harus diatur dalam peraturan pelaksana. UU KPK belum ada PP. Konsep ke depan dalam jangka menengah buat PP. Sekarang yang banyak dipermasalahkan itu penyadapan. UU itu belum atur secara jelas penyadapan. Terus terang saja ada info di Mabes, KPK dapat info dari tukang loak langsung sadap," kata Yotje saat menjalani sesi wawancara dengan panitia seleksi calon pimpinan KPK di gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/8/2015).
Meski prosedur penyadapan telah disepakati oleh Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Polri, kata Yotje, aturannya belum diatur secara tegas.
"Waktu jadi Kasat Reserse, pernah saya sekolah, ada MoU MA, kejaksaan, dan polisi, itu ada satu alat bukti sah dan keterangan saksi. Terkait dengan PP hendaknya atur aturan yang jelas," katanya.
Tidak hanya soal penyadapan, Yotje juga menyinggung soal tindakan pencegahan yang dilakukan KPK. Terkait hal ini, Yotje juga berharap ada aturan yang jelas soal pencegahan.
"Masalah pencegahan, itu seperti apa. Kriteria ada, harus dibenahi PP. Itu pokok masalah, tidak perlu revisi UU tapi buat PP," kata Yotje.