Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengemukakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini dinilai hanya menjalankan syarat minimalis dalam mengedepankan proses administratif dalam menjaring calon kepala daerah.
"Soal syarat belum ada yang menyangkut subtansi sehingga tidak memenuhi syarat yang tidak terbaik. KPU hanya menjalankan syarat minimalis, simbolik dan administrasif," kata Yanuar Prihatin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut Yanuar, selama ini KPU hanya menjalankan syarat administratif dan belum menyangkut substansif sehingga substansi pemilihan kepala daerah belum memadai dan pilkada serentak dinilai juga tidak memunculkan pemimpin daerah terbaik.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan dalam menjadi kepala daerah harus berani mengeluarkan ide dalam menyukseskan program pembangunan di suatu daerah.
Sementara selama ini KPU, lanjutnya, hanya melakukan dua aspek saja yakni legalistik dan programatik.
"Sesuai dengan Perppu no 8 tahun 2015 Pasal 7 di jelaskan bahwa ada beberapa syarat yang menunjukkan syarat spiritualitas seperti Pasal 7 ayat a. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan Pasal 7 ayat b. setia kepada Pancasila, UUD 1945, Cita-cita Proklamasi dan NKRI. Itupun belum ditunjukkan melalui apa bahwa seseorang dapat dinyatakan lulus persyaratan pada poin tersebut," jelasnya.
Seharusnya, ujar dia, KPU membuat syarat spiritualitas seperti pasal 7 ayat a, maka spiritualitas seseorang dapat ditentukan melalui proses apa sehingga jelas dapat dipastikan seorang calon lolos dalam persyaratan tersebut.
Sementara untuk aspek kompetensi dan ideologi, KPU dapat menggandeng Lembaga Ketahanan Nasional untuk menguji peserta sesuai dengan persyaratan Pasal 7 ayat b mengenai pengenalan peserta dalam ideologi Pancasila.
"Lemhanas mengerti tentang uji ideologi seorang calon peserta Pemilukada. Sehingga calon mengerti dan memahami cita-cita Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI," tegasnya.
Di tempat terpisah, Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Kamis (20/8), menggelar sidang pendahuluan terkait dengan pengajuan permohonan pembatalan penetapan hasil pemilihan kepala daerah dalam UU Pilkada.
Pemohon dalam perkara ini menilai bahwa ketentuan Pasal 158 UU Pilkada terkait dengan pembatasan permohonan sengketa dengan angka selisih tidak lebih dari dua persen, serta variasi sesuai jumlah penduduk kabupaten kota atau provinsi, dinilai pemohon berpotensi melanggar hak konstitusionalnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan pihaknya akan mengikuti apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya terkait calon tunggal yang diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada.
"Kita kan belum tahu apa putusannya, yang jelas kita akan mengikuti apa yang menjadi putusan oleh MK," katanya ketika ditemui Antara di Kantor Pusat KPU, Jakarta, Rabu (19/8).
Husni juga mengatakan bahwa KPU tidak terlalu terlibat dalam gugatan calon tunggal di MK, karena posisi KPU konsentrasi menjaga tahapan yang sudah ada sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. [Antara]
KPU Sejauh Ini Dinilai Hanya Jalankan Syarat Minimalis
Arsito Hidayatullah Suara.Com
Jum'at, 21 Agustus 2015 | 05:21 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Gunakan CCTV, Pemprov Papua Tengah Antisipasi Gangguan Keamanan Pilkada Serentak
25 November 2024 | 23:30 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI