UU Nomor 4/1997 Belum Menjamin Hak Penyandang Disabilitas

Selasa, 18 Agustus 2015 | 04:08 WIB
UU Nomor 4/1997 Belum Menjamin Hak Penyandang Disabilitas
Komisi VIII Dengarkan Curhat Penyandang Difabel
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang ada saat ini belum menjamin hak-hak kaum disabilitas.

"Saat ini Indonesia memang telah memiliki UU Nomor 4 Tahun 1997 untuk melindungi disabilitas, namun UU tersebu tidak sepenuhnya mengatur dan menjamin hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi penyandang disabilitas," kata Presidium Nasional Penyandang Disabilitas Maulani Rotinsulu di Jakarta, Senin.

Berbicara dalam diskusi publik "Menanti Undang-Undang yang Menjamin dan Melindungi Penyandang Disabilitas" di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Maulani menuturkan UU Nomor 4 Tahun 1997 hanya mengakui hak atas pendidikan, pekerjaan dan penghidupan layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan dan kemampuannya.

UU tersebut juga mengatur bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan, hak yang sama untuk menumbuhkan bakat, kemampuan serta kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Akan tetapi, lanjut Maulani, UU tersebut tidak mengakui, mengatur dan melindungi hak penyandang disabilitas. Yaitu, hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena.

Lalu hak untuk dapat mengakses pendidikan yang diselenggarakan secara inklusif, pengakuan atas persamaan di muka hukum, akses pada keadilan, berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik, hak kebebasan berekspresi, berpendapat, dan akses terhadap informasi.

Sekretaris Jenderal KPI Dian Kartikasari juga mengungkapkan hal yang senada. Dia mengatakan UU Penyandang Cacat tersebut juga tidak secara khusus mengatur dan melindungi hak perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas.

Menurut Dian, perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas selama ini telah mengalami diskriminasi berlipat akibat konstruksi sosial yang menempatkan mereka sebagai objek dan rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM.

"UU juga mengalami masalah dalam implementasinya, di samping banyaknya kebijakan, program dan pembangunan yang mengabaikan hak dan mendiskriminasi mereka. Indonesia juga tidak memiliki data terpadu yang akurat tentang penyandang disabilitas," tutur Dian.

Karena berbagai kelemahan dalam aturan, implementasi dan konstruksi sosial, KPI mendesak agar DPR dan pemerintah membahas RUU Penyandang Disabilitas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan mengesahkannya menjadi UU.

Hal itu dibutuhkan, karena Indonesia telah mengesahkan Konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas atau (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) yang termuat dalam resolusi PBB Nomor A/61/106 pada 13 Desember 2006, melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.

"Kami meminta RUU Penyandang Disabilitas ini dibahas dan disahkan, karena kaum disabilitas telah lama menantikan UU yang secara komprehensif mengakui, menghormati, melindungi, dan memenuhi seluruh hak dan kebutuhan fundamentalnya," kata Dian menegaskan. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI