Suara.com - Wakil Ketua MPR Mahyuddin mendukung aksi pesepeda Elanto Wijoyono (32) yang menghentikan konvoi moter gede (moge) di Perempatan Jalan Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (15/8/2015) kemarin. Konvoi moge itu langgar lalu lintas.
Elanto melakukan aksi ini dengan alasan konvoi Moge ini menerobos lampu lalu lintas. Mahyuddin menjelaskan semestinya tidak ada satu orang pun yang boleh menerobos lampu merah. Sebab ini bisa terjadi kecelakaan.
"Jadi kalau tabrak lampu merah tidak boleh, saya setuju dengan pesepeda yang melarang itu," ujar Mahyudin, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/8/2015).
"Misalnya lampu merah ya harus diturutin. Jangan terobos lampu merah. Nantikan kalau ada penghuni lain menggunakan hak lampu hijau kan bisa ketabrak, dan sebagainya," ujar dia.
Peristiwa keberanian Erlanto ini bisa dijadikan refleksi kemerdekaan Indonesia yang ke-70 tahun. Seseorang tidak boleh merenggut kemerdekaan orang lain dan tidak saling menganggu.
"Kita memiliki kebebasan yang sangat luas, tapi tetap tunduk pada kebebasan orang lain. Kita bisa bebas berekspresi. Seperti moge itu dengan kelompok-kelompoknya, menyalurkan hobi. Tapi dia juga harus taat kewajibannya menghargai orang lain," ujarnya.
Dia juga mengkritik polisi yang mengawal para moge saat dihadang Erlanto. Patwal tidak boleh arogan.
"Patwal tidak boleh seperti itu. Saya juga pakai patwal. Tapi saya ingatkan, nggak boleh potong jalur, nggak boleh lawan arus, nggak boleh tabrak lampu merah," ujarnya.
"Saya minta kepada kepolisian, baik di pusat atau di daerah, untuk memberikan pemahaman kepada Patwal-Patwal untuk tidak seenaknya menggunakan fasilitas untuk menabrak peraturan yang ada," tutur politisi Golkar ini.