Pengibaran Bendera Bulan Bintang di Banda Aceh Digagalkan Aparat

Esti Utami Suara.Com
Sabtu, 15 Agustus 2015 | 16:21 WIB
Pengibaran Bendera Bulan Bintang di Banda Aceh Digagalkan Aparat
Upaya pengibaran bendera di Aceh, Sabtu (15/8). (suara.com/Alfiansyah Ocxie)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Aksi pengibaran bendera yang dilakukan puluhan mahasiswa dari BEM UIN Arraniry, di halaman gedung DPR Aceh, akhirnya terhenti setelah salah seorang polisi yang bertugas menjaga gedung tersebut melepaskan tembakan peringatan.

Pantauan suara.com di lokasi, mahasiswa yang menggelar aksi tanpa pengawalan kepolisian, tiba di gedung dewan sekitar pukul 15.00 WIB. Sesampai di sana, mereka langsung memanjat pagar yang terkunci untuk memasuki halaman gedung DPR Aceh. Di halaman gedung, para mahasiswa langsung memanjat ke salah satu tiang bendera guna meraih tali yang diikat pada tiang tersebut.

Namun sebelum aksi ini membuahkan hasil, mereka dihalau oleh pihak polisi dan penjaga gedung. Sempat terjadi ketegangan dan saling dorong antara pihak keamanan dan  mahasiswa yang mencoba merebut tiang bendera.

Namun karena semakin ricuh, salah seorang polisi langsung mengeluarkan tembakan peringatan ke udara. Alhasil mahasiswa yang sudah berhasil memanjat dan mendapatkan tali pengikat bendera pun turun kembali.

Ketua BEM UIN Arraniry, Said Fuadi Fajar Ramadhan mengatakan aksi pengibaran bendera bintan bulan di halaman gedung DPR Aceh, merupakan bentuk sindiran sekaligus kekasalan mahasiswa terhadap sejumlah petinggi di Aceh.

"Pejabat kita selama ini sibuk dengan persoalan bendera. Jadi biar kami yang mengibarkannya, biar mereka bisa memikirkan yang lain. Biar ini kami yang tangani, dan mereka bisa berpikir bagaimana mensejahterahkan rakyat Aceh," kata Said usai aksi melakukan aksi di Banda Aceh, Sabtu (15/8/2015).  

Aksi demo para mahasiswa ini, mulanya diawali dengan orasi dan pembagian uang Rp1 juta per KK di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh. Uang Rp1 juta per KK merupakan sindiran atas tidak terealisasinya janji pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf.

Selain itu mahasiswa juga membakar bendera PBB dan Negara Finlandia. Mereka menilai, PBB dan mantan presiden Finlandia, Marthi Arthisari, gagal menyelamatkan Aceh menuju perdamaian yang sesungguhnya.

"Pasca MoU Helsinki, isu merdeka yang menjadi slogan perjuangan sudah mengarah ke hal yang lebih positif dan tidak lagi dimaknai sebagai bentuk pemisahan diri. Akan tetapi lebih kepada memerdekakan rakyat Aceh dari kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Namun harapan itu, sampai 10 tahun perdamaian terjadi, masih jauh panggang dari api," ujar Said.

Para mahasiswa ini juga mempertanyakan sejumlah aliran dana yang ada untuk Aceh. Menurut mereka, Rp80,9 trilun dana BRR tak jelas arah implementasinya. Kemudian sejak 2008 hingga 2015, Rp41 triliun dana Otsus hanya dimanfaatkan oleh segelintir orang dan ladang korupsi para penguasa.

"Masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang ternyata selama 10 tahun perdamaian ini tidak memberi makna damai yang mendalam, seperti masalah reintergrasi, korupsi, kemiskinan, dan pengangguran," katanya.[Alfiansyah Ocxie]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI