Suara.com - Presiden Joko Widodo mengkritik media di negara yang dipimpin saat ini cenderung lebih mengejar rating atau jumlah penonton, pendengar, dan pembaca. Media minim memandu publik.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam Sidang Bersama DPR/DPD di Gedung DPR/MPR/DPD Jakarta, Jumat (14/8/2014). Jokowi juga mengatakan masyarakat mudah terjebak pada histeria publik dalam merespon suatu persoalan. Khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional.
"Saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas, sebebas-bebasnya, dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan. Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif," jelas Jokowi.
Kritik Jokowi itu langsung disambut tepuk tangan para peserta sidang yang kebanyakan anggota DPR. Tepuk tangan bergemuruh beberapa kali.
Dalam pidatonya itu, Jokowi juga menjelaskan masyarakat terjebak pada pemahaman melambannya perekonomian global, yang berdampak pada perekonomian nasional adalah masalah paling utama.
"Padahal kalau kita cermati lebih seksama, menipisnya nilai kesantunan dan tatakrama, sekali lagi, menipisnya nilai kesantunan dan tatakrama, juga berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa," kata Jokowi.
"Menipisnya budaya saling menghargai, mengeringnya kultur tenggang rasa, baik di masyarakat maupun institusi resmi seperti lembaga penegak hukum, organisasi kemasyarakatan, media, dan partai politik, menyebabkan bangsa ini terjebak pada lingkaran ego masing-masing. Hal ini tentu saja menghambat program aksi pembangunan, budaya kerja, semangat gotong royong, dan tumbuhnya karakter bangsa," tambahnya.