Bupati Morotai Didakwa Suap Akil Mochtar Rp2,9 Miliar

Kamis, 13 Agustus 2015 | 14:45 WIB
Bupati Morotai Didakwa Suap Akil Mochtar Rp2,9 Miliar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar di Bareskrim Polri (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjadwalkan sidang perdana kasus dugaan suap terhadap Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Morotai pada Tahun 2011 yang melibatkan Bupati Pulau Morotai, Rusli Sibua, pada Kamis (13/8/2015). Dalam sidang yang sempat tertunda dua kali ini, Rusli didakwa bersama-sama dengan Sahrin Hamid memberikan uang Rp2,9 miliar kepada Akil ketika masih menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi.

"Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil pilkada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, agar putusannya mengabulkan permohonan yang diajukan terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ahmad Burhanudin di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Saat Pilkada Kabupaten Pulau Morotai tahun 2011, Rusli Sibua berpasangan dengan Weni R. Paraisu. Mereka pada 24 Mei 2011 mengajukan permohonan keberatan atas keputusan KPU Kabupaten Pulau Morotai yang menetapkan lawannya, Arsad Sardan dan Demianus Ice, sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Pulau Morotai periode 2011-2016 ke MK.

"Menunjuk Sahrin Hamid selaku Penasihat Hukum atas saran Muchlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry, kemudian Sahrin Hamid mengomunikasikan kasus Pilkada tersebut kepada Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang telah dikenalnya pada saat sama-sama menjadi anggota DPR," kata Ahmad.

Kemudian, pada 30 Mei 2011 Ketua MK menerbitkan SK Nomor: 291/TAP.MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan tersebut dengan susunan panel Akil Mochtar sebagai Ketua, Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota.

"Saat permohonan sedang diperiksa, Akil Mochtar menelpon Sahrin Hamid untuk menyampaikan kepada terdakwa agar menyiapkan uang sebesar Rp6 miliar untuk majelis dan panitera sebelum putusan dijatuhkan agar gugatannya dimenangkan," ujar Jaksa Ahmad.

Namun, setelah pesan tersebut disampaikan kepada terdakwa dan Mukhlis Tapi Tapi, terdakwa hanya menyanggupi sebesar Rp3 miliar. Kemudian dari informasi pemberian yang disanggupi terdakwa, Akil Mochtar meminta Sahrin agar uang tersebut ditransfer ke rekening tabungan atas nama CV. Ratu Semangat pada Bank Mandiri.

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

REKOMENDASI

TERKINI